Pemicuan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mendorong atau memotivasi seseorang, keluarga atau masyarakat agar berbuat lebih baik. Bentuk dari kegiatan pemicuan yaitu suatu promosi aplikatif yang memungkinkan tumbuh rasa takut, jijik, rasa bersalah yang kemudian muncul rasa tanggung jawab dan ingin memperbaiki keadaan.
Kegiatan pemicuan merupakan salah satu kegiatan yang lebih gampang untuk memunculkan peran serta / memperdayakan masyarakat.
Pemicuan merupakan konsep dari kegiatan CLTS yang diadopsi dari Banglades. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam hal ini tidak buang air besar disembarang tempat.
Pemicuan yang dilaksanakan pada program CLTS berorientasi pada sanitasi lingkungan yang poin akhirnya ada kesadaran masyarakat untuk buang hajat pada tempatnya yaitu dengan berperan serta membuat jamban keluarga.
Pemicuan merupakan suatu upaya untuk menimbulkan suatu “energy lebih” dalam diri sesorang atau kelompok, sehingga terjadi suatu mata rantai gerakan yang exponensial (menggelora, menggelegar bagai ombak samudra).
Pemicuan adalah suatu kegiatan sifatnya diharapkan akan menimbulkan effek yang besar dan berakumulatif. Untuk itu pemicuan harus terfokus dan didasari oleh sesuatu yang memang akan mampu untuk menjadi besar dan meluas. Dengan demikian utamakan bahwa dalam pemicuan dipilih daerah yang ada potensinya untuk berkembang, karena akhirnya daerah tersebut akan dijadikan “acuan” bagi daerah lain untuk mereplikasi. Pilih suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas (misal suatu wilayah dusun atau RW) sehingga relative mudah dicover dan dimonitor. Daerah tersebut jelas masalahnya dan dianalisis kemungkinan sumber dayanya. Pemicuan tidak harus dilakukan pada seluruh dukuh atau RW dalam suatu wilayah desa. Pemicuan yang difokuskan dalam satu atau dua dukuh/RW asalkan terencana, mantap, serius dan berkesinambungan dalam pendampingan akan lebih menghasilkan karya yang nyata, disbanding dengan pemicuan yang terlalu luas tetapi tidak mendalam dan hanya sekilas saja. Pemicuan dalam wilayah dukuh/RW, dan berhasil, kelak akan menjadi bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh bagi dukuh/RW dalam desa yang bersangkutan, dan bahkan desa lainnya.
I. PROSES PEMICUAN DI KECAMATAN AMUNTAI SELATAN TAHUN 2009
Desa yang melaksanakan proses pemicuan meliputi 3 desa (Desa Rukam Hilir, Desa Simpang 4, Desa Teluk Paring). Peserta masing-masing desa rata-rata berjumlah 30 – 40 KK. Kegiatan dilaksanankan pada tanggal 12 Juni 2009 untuk Desa Rukam Hilir, tanggal 17 Juni 2009 untuk Desa Simpang 4 dan Teluk Paring
Adapun tahapan Pemicuan yang dilaksanakan yaitu:
a. Perkenalan
Untuk terwujudnya suasana seperti tersebut di atas, seorang Fasilitator dan orang lain yang berasal dari luar desa (termasuk Kepala Puskesmas, Sanitarian, Bidan, dll) harus pandaipandai membawa diri, memperkenalkan diri secara terbuka dan disertai rasa humor yang sehat. Humor yang disampaikan harus menghindari ha-hal yang berbau pornoaksi, pornografi, tidak menyinggung ras atau kesukuan, tidak menyinggung perpolitikan, dll. Perkenalan diri dari seorang Fasilitator adalah merupakan upaya pembukaan pintu masuk untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Fase perkenalan merupakan fase yang sensitif, karena bila pada fase ini masyarakat sudah tertarik, sudah percaya akan kedatangan seorang Fasilitator, maka mereka akan ‘terhipnotis’ untuk selalu berperan aktif dalam setiap tahap proses pemicuan.
b. Pencairan Suasana melalui permainan
Untuk lebih menghidupkan suasana awal, maka perlu dikembangkan adanya proses ‘ice breaking’ lebih dalam, yaitu melalui permainan (game) atau bentuk-bentuk roll playing lainnya. Dengan dilakukannya roll playing diharapkan suasana akan lebih hidup, segar dan peserta lebih intim dalam membaur. Roll playing juga akan berguna dalam dynamika kelompok, sehingga nantinya proses pemicuan akan bergulir seperti bola salju, tapi penuh dengan kehangatan, hidup dan tidak kaku. Setiap bahan untuk joke, game ataupun roll playing diusahakan untuk ada relevansinya atau dimaknai dengan sifat-sifat seseorang, dengan perilaku organisasi atau kelompok, modelmodel komunikasi, dll. Dengan demikian roll playing tersebut sekaligus merupakan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan berorganisasi.
c. Pemetaan
Pemicuan melalui analisis partisipasi dimulai dengan menggambarkan peta wilayah
RT/RW/Dukuh oleh masyarakat itu sendiri. Kemudian peserta diminta menggambar sungai, masjid, sekolah, dll yang merupakan sarana umum di wilayah tersebut. Selanjutnya peserta diminta mengambarkan peta lokasi rumah masing-masing, sekaligus tanyakan kepada mereka kemana saat ini mereka buang air besar. Beri kode simbol atau gambarkan rumah dengan warna kuning bagi mereka yang BAB sembarangan, dan warna hijau untuk rumah mereka yang BAB di jamban. Dalam pemicuan bias juga menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar lokasi, seperti daun, batu, ranting kayu, dll. Dengan memberi simbol atau warna pada lokasi gambar rumah masing-masing, maka akan terlihat dengan jelas, bagaimana penyebaran tinja yang ada di wilayah tersebut. Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor dan evaluasi kondisi wilayahnya sendiri pada waktu yang akan datang, maka peta yang dibuat diatas tanah pada saat proses pemicuan “harus “ disalin ke atas kertas yang cukup lebar (missal kertas flipchart yang disambungsambung) dan ditempelkan didinding balai pertemuan atau balai LKM, atau balai pertemuan lainnya.
d. Alur Kontaminasi
Untuk lebih memberi gambaran tentang tingkat ‘besaran’ tinja yang tersebar luas secara sembarangan, masyarakat diminta untuk menghitung sendiri berapa kg/kwtl/ton jumlah tinja yang berhamburan. Tanyakan kepada mereka berapa jumlah anggota keluarga, kemudian kalikan dengan jumlah tinja yang dibuang manusia per orang per hari ( yaitu sekitar 400 gram/orang/hari). Dengan cara perhitungan tersebut, maka dapat dihitung berapa besar tinja yang berhamburan dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya. Teruskan pertanyaan, KEMANA SELAMA INI TINJA TERSEBUT PERGI???
- Tinja dikebon dimakan ayam, dan akhirnya dimakan manusia
- Tinja dilahan kosong, mengering, menjadi debu, dihirup manusia
- Tinja di balong/empang dimakan ikan dan akhirnya dimakan masuk ke manusia.
- Tinja masuk ke sungai mencemari air dan akhirnya masuk ke manusia juga.
e. Pemicuan
Pemicuan melalui sentuhan ego, humanism, rasa jijik, keagamaan
Bilamana masyarakat buang air besar sembarangan di sungai atau di empang, maka fisik tinja tidak akan terlihat secara nyata, karena dalam waktu yang relatif singkat tinja tersebut akan hilang tebawa air sungai, atau tertelan ikan mujair di empang.
Untuk kondisi semacam ini maka perlu teknik-teknik pemicuan lain yang lebih kena sasaran. Fasilitator hendaknya punya kemampuan berimprovisasi dalam melakukan pemicuan sesuai dengan kondisi setempat. Misalnya:
- Gunakan pengalaman seorang ibu yang habis melahirkan yang kemudian BAB disungai pada saat hari hujan. Tanyakan pada Ibu tersebut perasaanya, apakah nyaman, apakah aman.
- Gunakan pengalaman seorang ibu yang habis melahirkan yang kemudian BAB dikebon pada malam hari. Tanyakan pada Ibu tersebut perasaanya.
- Tanyakan kepada seorang Bapak, bagaimana perasaannya jika isterinya atau anak perempuannya sedang BAB di sungai atau kebon kemudian terlihat orang lain.
- Mintakan pada seorang guru agama/Kyai/Uztad untuk menjelaskan hubungan antara kebersihan dengan agama dan keimanan seseorang.
- Tunjukan seekor ikan yang isi perutnya penuh dengan tinja, dan tanyakan perasaan mereka bilama mereka makan ikan tadi walau sudah dimasak
- Mintakan kepada seorang warga untuk minum air gelas yang ada lalatnya, apakah mereka mau meminumnya.
- Dan lain-lain
Pemicuan melalui sentuhan aspek bahaya penyakit
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan air dan saanitasi. Untuk itu masyarakat diajak melihat bagaimana TINJA kotoran manusia dapat dimakan masuk ke MULUT manusia itu sendiri dan bahkan manusia lainnya dan akhirnya menimbulkan penyakit diare. Dalam hal ini biarkan masyarakat untuk membuat alur kontaminasi ORAL FECAL. Kemudian kembangkkan pertanyaan yang bersifat memicu perasaan takut atau rasa lainnya, seperti missal:
- Apakah ada peserta atau anggota ke;luarga diskusi yang pernah sakit diare atau sakit lainnya terkait kesehatan lingkungan
- Apakah yang sakit punya jamban atau tidak
- Penderita dari warga kaya atau miskin
- Bagaimana perasaan ibu/bpk ketika melihat anaknya sakit tergolek di RS
- Adakah anak atau anggota keluarga yang mati akibat penyakit
- Bagaimana perasaan mereka saat tau anak atau anggota keluarga mati
- Bagaimana kondisi keuangan saat itu?
- Dan lain-lain
Transek walk
Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri wilayah dalam suatu RT/RW/Dukuh untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana warga setempat buang air besar sembarang. Semua peserta yang hadir dalam proses pemicuan diajak untuk jalan bersama melihat lokasi tersebut. Bila peserta transect melewati suatu lokasi BABS kepada mereka dilarang untuk menutup hidung, sehingga peserta merasakan betapa bau yang timbul akibat tinja berada diruang terbuka sembarangan. Ingat, dilarang menutup hidung saat transect walk dan tetap berhenti ditempat sekejap untuk diskusi. Ajak peserta untuk mendiskusikan keadaan tersebut, baik dari aspek keindahan dan kebersihan lingkungan, dari aspek penyebaran penyakit, dari aspek keselamatan, dll. Akhirnya tanyakan kepada warga yang BABS tersebut, bagaimana perasaannya sekarang setelah orang lain menderita akibat bau menyengat. Jika ada kelompok anak yang ikut dalam transek, atau tak jauh dari tempat BAB sembarangan tersebut,, tanyakan apakah mereka senang akan keadaan tersebut. Ajak anakanak untuk menghentikan kebiasaan BAB sembarangan, ajak untuk membuat nyanyian, slogan, puisi atau bentuk-bentuk kesenian lainnya. Pemicuan dengan melalui transect walk ini akan lebih menyentuh ego seseorang, dengan timbulnya rasa malu dan rasa jijik seseorang apalagi dengan melihat secara nyata tinja yang berserakan ditanah terbuka
f. Kesepakatan Niat untuk berubah
Kesepakatan untuk berubah diharapkan muncul setelah pemicuan, niat yang diutarakana peserta pemicuan merupakan kesadaran pesertra bukan karena intervinsi dari fasilitator atau adanya iming-iming hadiah.
g. Kontrak Kesepakatan/Rencana Tindak Lanjut
Pada akhir sesi pemicuan, masyarakat dikumpulkan kembali untuk membuat rencana tindak mereka, sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing. Namun perlu dipahami, bahwa sesi penyusunan Rencana Tindak pada hakekatnya adalah sesi masyarakat, maka diharapkan yang memimpin sesi ini adalah salah satu dari anggota yang hadir dalam proses pemicuan (kelak, mungkin orang ttersebut akan menjadi Natural Leader). Pancing dan tawarkan pada mereka siapa yang akan memimpin dalam sesi ini, dan usahakan agar Fasiliator seminimal mungkin untuk mengintervensi sesi ini. Rencana tindak pada intinya merupakan kesanggupan seseorang, KAPAN mereka akan membangun jamban secara swadaya. Berilah reward/penghargaan saat itu juga (misal cukup dengan tepuk tangan bersama) bila ada anggota masyarakat yang sudah terpicu dan merencanakan sanggup kapan mereka akan membangun jamban dengan menyebut waktu pembangunan jamban.
Dari jumlah peserta yang hadir terdapat beberapa yang telah memiliki jamban sedangkan yang tidak memiliki jamban sebagian menandatangani kontrak kerja untuk membuat jamban dengan rentang waktu yang bervariasi.
II. PERMASALAHAN
- Kebiasaan masyarakat sudah merasa nyaman dan enjoy BAB di padang, di tanah dan di sungai
- Masyarakat banyak yang merasa belum mampu membuat jamban.
- Masyarakat terbiasa dengan menerima bantuan sehingga kegiatan inipun dianggap diberi bantuan.
- Kondisi daerah rawa sehingga biaya pembuatan jamban terlalu mahal
III. UPAYA PEMECAHAN MASALAH
- Masyarakat berniat gotong royong membuat jamban murah meriah
- Dalam awal pertemuan sudah dijelaskan bahwa kegiatan ini tidak ada subsidi dan dijelaskan lagi pada saat pertengahan proses.
- Masyarakat menabung untuk membuat jamban.
Sumber :
Laporan Kegiatan Pemicuan Puskesmas Amuntai Selatan Tahun 2009
PEDOMAN PELAKSANAAN PEMICUAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT\ DALAM PROGRAM PAMSIMAS PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT JAKARTA, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar