I. Konsep Dasar Medis
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung-J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara otomatis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah rufluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjasinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai komplikasi dari penyakit tukak lambung. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-serat otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat-obatan adrenerfik yang menyebabkan relaksasi serat-serat otot.
Lambung terdiri dari empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus memanjang ke arah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minor (dikenal juga dengan nama ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pancreatikum) akibat komplikasi pancreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun dari tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkuler di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serat otot yang unik ini memungkin berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan-lipatan ini lambung dapat berdistensi sewaktu diisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar mukus atau gastrik terletak di fundus dan hampir pada seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel zimogenik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsk diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) di temukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrik diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabang ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut aferen mengantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot dan peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesenterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktifitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai di lambung dan pancreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pancreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pancreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan ke hati melalui vena porta.
2. Fisiologi
Fungsi motorik dan pencernaan lambung meliputi:
a) Fungsi motorik
1) Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh saraf saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin.
2) Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kotraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
3) Fungsi pengosongan lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktifitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan kerja. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal.
b) Fungsi pencernaan dan fungsi sekresi
1) Pencernaan protein
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCI dimulai di sini; pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.
2) Sintesis dan pelepasan gastrin
Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
3) Sekresi faktor intrinsic
Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
4) Sekresi mucus
Membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
Fungsi motorik terdiri atas penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan kimus (makanan yang bercampur dengan sekret lambung) ke dalam duodenum. Pengertian tentang regulasi dan pengawasan sekresi lambung penting untuk mengetahui patogenesis dan pengobatan tukak lambung secara rasional.
Pengaturan Sekresi Lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikir, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hasilnya, kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam HCI, pepsinogen dan menambah mukus.Fase sefalik menghasilkan sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi yang terjadi pada antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls-impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Gastrin adalah stimulus utama sekresi asam hidroklorida.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari dua pertiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh pada reseksi bedah antrum pilorus, sebab di tempat inilah gastrin diproduksi.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung ini diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan hormon terus-menerus mensekresikan cairan lambung. Tetapi, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
Distensi usus halus menimbulkan ferleks entrogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan pengeluaran beberapa hormon usus. Sekretin, klesitokinin (CCK, cholecytokinin), dan peptida penghambat gastrik (GIP), semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Selama periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu pencernaan tidak terjadi dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dengan kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Ini disebut pengeluaran asam basal (BAO, basal acid output) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam sekresi lambung normal selama periode ini terutama terdiri mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsang emosional kuat, dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tukak lambung.
B. Definisi
1. Karsinoma gaster merupakan tumor ganas lambung yang paling banyak tergolong adenokarsinoma. (Soeparman & Sarwono Waspadji, 1990).
2. Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma gastrointestinal yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,4 % kematian akibat kanker. (Price & Wilson, 1995).
3. Karsinoma gaster adalah gangguan sel gaster yang dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster. (Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 1997).
4. Karsinoma gaster merupakan mutasi sel gaster yang kebanyakan menyerang antrum gaster dan merupakan kanker adenokarsinoma. (Baughmen & JoAnn, 2000).
5. Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.
(Patologi, dr. Achmad Tjarta,2002).
6. Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada Gaster. (R. Simadibrata,2000)
C. Etiologi
Penyebab dari karsinoma Gaster sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun para penyelidik berpendapat bahwa komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian karsinoma Gaster. Makanan tersebut seperti :
1. Gastritis kronis.
2. Faktor infeksi (oleh kuman H. Pylory).
3. Herediter.
4. Sering Makan daging hewan dengan cara dipanggang atau dibakar atau diasapkan.
5. Sering makan makanan yang terlalu pedas.
6. Kurang makanan yang mengandung serat.
7. Makan makanan yang memproduksi bahan karsinogenik dan ko-karsinogenik
D. Patofisiologi.
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun.
Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting, dibuktikan karsinoma lambung lebih sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gastrikum adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster.
Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala karena lambung masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus dalam menyerap nutrisi makanan terganggu maka akan berpengaruh pada zat besi yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan anemia dan hal inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi.
Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini lah yang menyebabkan nyeri tekan epigastrik.
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan kelenjar limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat ikterus obstruktiva harus dicurigai adanya penyebaran di porta hepatik.
Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan kuratif memberikan angka ketahanan hidup 5 tahun sampai 50 %. Bila telah ada metastasis ke kelenjar limfe angka tersebut menurun menjadi 10 %. Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan.
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan mengangkat kelejar limfa regional dan organ lain yang terkena. Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang perforasi atau berdarah. (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1997)
E. Tanda dan Gejla.
Tanda dan gejala karsinoma kolo-rektal tergantung dari lokasi dan besarnya tumor :
1. Nyeri
2. Penurunan Berat badan.
3. Muntah
4. Anoreksia.
5. Disfagia.
6. Nausea.
7. Kelemahan.
8. Hematemasis.
9. Regurgitasi.
10. Mudah kenyang.
11. Asites ( perut membesar).
12. Keram abdomen
13. Darah yang nyata atau samar dalam tinja
14. Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.
F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan fisis dapat membantu diagnosis berupa berat badan menurun dan anemia. Didaerah epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan jika telah terjadi metastasis ke hati, teraba hati yang iregular, dan kadang-kadang kelenjar limfe klavikula teraba.
2. Radiologi.
Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan kontras ganda dengan berbagai posisi seperti telentang. Tengkurap, oblik yang disertai dengan komprsi.
3. Gastroskopi dan Biopsi.
Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat adanya tumor gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1969) dengan biopsi ditemukan 94 % pasien dengan tumor ganas gaster sedangkan dengan sitologi lavse hanya didapatkan 50 %.
4. Pemeriksaan darah pada tinja.
Pada tumor ganas sering didapatkan perdarahan dalam tinja (occult blood), untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan tes Benzidin.
5. Sitologi.
Pemeriksaan Papanicolaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas lambung dengan hasil 80 – 90 %. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan gastroskopi dan biopsi.
G. Komplikasi
1. Perforasi.
Dapat terjadi perforasi akut dan perforasi kronik.
2. Hematemesis.
Hematemesis yang masif dan melena dapat terjadi pada tumor ganas lambung sehingga dapat menimbulkan anemia.
3. Obstruksi.
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah.
4. Adhesi.
Jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut.
H. Penatalaksanaan.
1. Bedah.
jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik adalah pembedahan. Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahan sudah dapat dilakukan sebagai tindakan paliatif. Reaksi kuratif akan berhsil bila tidak ada tanda metastasis di tempat lain, tidak ada sisa Ca pada irisan lambung, reseksi cairan sekitar yang terkena, dari pengambilan kelenjar limfa secukupnya.
2. Radiasi.
Pengobatan dengan radiasi memperlihatkan kurang berhasil.
3. Kemoterapi.
Pada tumor ganas dapat dilakukan pemberian obat secara tunggal atau kombinsi kemoterapi. Di antara obat yang di gunakan adalah 5 FU, trimetrexote, mitonisin C, hidrourea, epirubisin dan karmisetin dengan hasil 18 – 30 %.
I. Klasifikasi
Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut).
Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
1. Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2. Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
3. Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
4. Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
II. Konsep Dasar Keperawatan.
A. Pengkajian.
1. Persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
a. Apakah ada riwayat kanker pada keluarga.
b. Status kesehatan dan penyakit yang diderita, upaya yang dilakukan.
c. Lingkungan tempat tinggal klien.
d. Tingkatpengetahuan dan kepedulian pasien.
e. Hal-hal yang membuat status kesehatan pasien berubah : merokok, alkohol, obat-obatan, polusi, lingkungan, ventilasi.
2. Nutrisi metabolic.
a. Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari.
b. Adanya mual, muntah, anorexia, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan nutrisi.
c. Adanya kebiasaan merokok, alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
d. Ketaatan terhadap diet, kaji diet khusus.
e. Jenis makanan yang disukai (pedas, asam, manis, panas, dingin).
f. Adanya makanan tambahan.
g. Napsu makan berlebih/kurang.
h. Kebersihan makanan yang dikonsumsi.
3. Eliminasi
a. Pola BAK dan BAB: frekuensi, karakteristik, ketidaknyamanan, masalah pengontrolan.
b. Adanya mencret bercampur darah
c. Adanya Diare dan konstipasi.
d. Warna feses, bentuk feses, dan bau.
e. Adanya nyeri waktu BAB
4. Aktivitas dan latihan
a. Kebiasaan aktivitas sehari hari.
b. Kebiasaan olah raga.
c. Rasa sakit saat melakukan aktivitas.
5. Tidur dan istirahat
a. Adanya gejala susah tidur/insomnia.
b. Kebiasaan tidur per 24 jam
6. Persepsi kognitif.
a. Gangguan pengenalan (orientasi) terhadap tempat, waktu dan orang.
b. Adanya gangguan proses pikir dan daya ingat.
c. Cara klien mengatasi rasa tidak nyaman(nyeri).
d. Adanya kesulitan dalam mempelajari sesuatu
7. Persepsi dan konsep diri
Penilaian klien terhadap dirinya sendiri
8. Peran dan hubungan dengan sesama.
a. Klien hidup sendiri/keluarga.
b. Klien merasa terisolasi.
c. Adanya gangguan klien dalam keluarga dan masyarakat.
9. Reproduksi dan seksualitas
a. Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas.
b. Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stess
a. Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah.
b. Mekanisme koping yang biasa digunakan.
c. Respon emosional klien terhadap status saat ini.
d. Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
11. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut,apakah kegiatan ibadah terganggu
B. Diagnosa Keperawatan.
1. Pre-Op.
a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker.
b. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan.
d. mual, muntah dan tidak nafsu makan.
e. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
2. Post-Op.
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya pengaruh anastesi.
b. Nyeri berhubungan dengan interupsi tubuh sekunder terhadap prosedur invasif atau intervensi operasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status puasa.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap prosedur invasive.
e. Kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian tentang hasil pengobatan kanker.
C. Rencana Keperawatan
1. Pre-Operasi.
a. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan:
1) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya.
2) Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
3) Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri.
b. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien.
2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan.
3) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
4) Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Hasil yang diharapkan:
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2) Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4) Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak.
d. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
Klien menunjukkan peningkatan toleransi dalam beraktivitas yang ditandai dengan: tidak mengeluh lemas, klien beraktivitas secara bertahap.
Rencana Tindakan :
1) Sediakan waktu istirahat yang cukup.
R/ Istirahat akan memberikan energi yang cukup dan membantu dalam proses penyembuhan.
2) Kaji keluhan klien saat beraktivitas.
R/ Mengidentifikasi kelainan beraktivitas.
3) Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas.
R/ Menentukan aktivitas yang boleh dilakukan.
4) Bantu memenuhi kebutuhan klien.
R/ Terpenuhinya kebutuhan klien.
2. Post-Operasi
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya pengaruh anastesi.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
- Suara nafas vesikuler
- Bunyi nafas bersih, tidak ada suara tambahan
Rencana tindakan :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat).
2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3) Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
6) Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan menurunkan jebakan udara.
7) Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
8) Tingkatkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
b. Nyeri berhubungan dengan interupsi tubuh sekunder terhadap prosedur invasif atau intervensi operasi.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan :
1) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya.
2) Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
3) Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status puasa.
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2) Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4) Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap prosedur invasive.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Proses penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana tindakan:
1) Observasi tanda-tanda vital, adanya demam, menggigil, berkeringat.
R/ Sebagai indikator adanya infeksi/terjadinya sepsis.
2) Observasi daerah luka operasi, adanya rembesan, pus, eritema.
R/ Deteksi dini terjadinya proses infeksi.
3) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.
R/ Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu mengurangi ansietas.
4) Kolaborasi dengan medik untuk terapi antibiotik.
R/ Membantu menurunkan penyebaran dan pertumbuhan bakteri.
e. Kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian tentang hasil pengobatan kanker
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien.
2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ Untuk mengurangi kecemasan.
3) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ Memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
4) Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ Dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan.
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan
Tujuan : Gangguan konsep diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana tindakan :
1) Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R/ Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2) Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R/ Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3) Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R/ Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4) Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R/ Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
Daftar Pustaka
Abdul, S.Kep., Ns, M.Kes. htpp://www.kumpulanasuhankeperawatan.com diakses tanggal 14 Juli 2009.
A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Ismail, S.Kep., Ns, M.kes. Askep klien dengan ca gaster. htpp://www.Ilmukeperawatan.com, diakses tanggal 14 Juli 2009.
Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI.
Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar