a. Pengertian Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat memiliki makna yang amat luas. Semua ahli mengatakan bahwa partisipasi atau peran serta masyarakat pada hakekatnya bertitik tolak dari sikap dan perilaku namun batasannya tidak jelas, akan tetapi mudah dirasakan, dihayati dan diamalkan namun sulit untuk dirumuskan.
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya ( Dep Kes RI, 1997, hal 5 )
b. Tujuan Peran Serta Masyarakat
Tujuan program peran serta masyarakat adalah meningkatkan peran dan kemandirian, dan kerjasama dengan lembaga-lembaga non pemerintah yang memiliki visi sesuai; meningkatkan kuantitas dan kualitas jejaring kelembagaan dan organisasi non pemerintah dan masyarakat; memperkuat peran aktif masyarakat dalam setiap tahap dan proses pembangunan melalui peningkatan jaringan kemitraan dengan masyarakat.(www.syakira-blog.blogspot.com.)
c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Masyarakat
1). Manfaat kegiatan yang dilakukan.
Jika kegiatan yang dilakukan memberikan manfaat yang nyata dan jelas bagi masyarakat maka kesediaan masyarakat untuk berperan serta menjadi lebih besar.
2). Adanya kesempatan.
Kesediaan juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berperanserta dan masyarakat melihat memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan yang akan dilakukan.
3). Memiliki ketrampilan.
Jika kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan ketrampilan tertentu dan orang yang mempunyai ketrampilan sesuai dengan ketrampilan tersebut maka orang tertarik untuk berperanserta.
4). Rasa Memiliki.
Rasa memiliki suatu akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikut sertakan , jika rasa memiliki ini bisa ditumbuh kembangkan dengan baik maka peranserta akan dapat dilestarikan.
5). Faktor tokoh masyarakat.
Jika dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh - tokoh masyarakat atau pemimpin kader yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik pula berperan serta.
d. Bentuk Peran Serta Masyarakat
1). Peran serta karena terpaksa
Masyarakat berperan serta karena adanya ancaman atau sanksi.
2). Peran serta karena imbalan
Adanya peranserta karena adanya imbalan tertentu yang diberikan baik dalam bentuk imbalan materi atau imbalan kedudukan.
3). Peran serta karena kesadaran
Peran serta atas dasar kesadaran tanpa adanya paksaan atau harapan dapat imbalan.
e. Wujud Peran serta
Peran serta dapat diwujudkan dalam bentuk:
1). Tenaga, seseorang berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan menyumbangkan tenaganya, misalnya menyiapkan tempat dan peralatan dan sebagainya.
2). Materi, seseorang berperan serta dalam kegiatan kelompok dengan menyumbangkan materi yang diperlukan dalam kegiatan kelompok tersebut, misalnya uang, pinjaman tempat dan sebagainya.
.(www.syakira-blog.blogspot.com.)
f. Motivasi untuk berperan serta.
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Depkes RI, 1997, hal 18). Motif manusia dapat digolongkan menjadi beberapa jenjang, suatu motiof timbul kalau motif yang mempunyai jenjang lebih rendah telah terpenuhi ( Abraham Maslow, 1964 dikutip DepKes RI 1997, hal 18 ). Selanjutnya Woodworth dan Marquis dikutip Purwanto ( 1996 ) membedakan motif menjadi tiga macam yakni (1) Motif kebutuhan organis seperti makan dan minum, (2) motif darurat yang mencakup dorongan diri atau balas dendam dan (3) motif obyektif meliputi kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi dan seterusnya.
Motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu: a). Menggerakan, berarti menimbulkan kekuatan pada individu yang memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, b) Mengarahkan tingkah laku individu terhadap suatu tujuan, c) Menjaga dan menopang tingkah laku yang dilakukan oleh individu. Berdasarkan macamnya motivasi timbul karena : 1. Ingin tahu. 2. Tertarik akan keuntungan. 3. Untuk menghindarkan hukuman / sanksi.
Faktor yang mempengaruhi motivasi adalah : umur, budaya / adat istiadat yang berkenaan dengan kesehatan, agama, kelompok dan tingkat sosial ekonomi.
g. Strategi Pengembangan Peran Serta Masyarakat
Strategi pengembangan peran serta masyarakat dilakukan melalui pendekatan community organization atau community development yang terencana dan terarah. Dalam hubungan ini akan disampaikan tiga pola yang selama ini dikerjakan.
1). Pola rekayasa manusia dan rekayasa sosial
Peningkatan peran serta masyarakat dapat ditempuh melalui dua strategi yaitu rekayasa manusia dan rekayasa sosial. Kedua strategi ini ditempuh secara terpadu, dengan penekanan sasaran yang berbeda. Teori ini menggunakan dasar teori Rogers tentang innovation decision process, yaitu proses kejiwaan yang dialami individusejak pertama kali memperoleh informasi tentang inovasi, sampai pada saat dia menerima atau menolak inovasi tersebut.
Proses kejiwaan ini tentu saja sangat individual sifatnya, artinya ada individu yang cepat, tetapi ada pula yang sangat lambat dalam menerima informasi. Berdasarkan kecepatan dalam menerima informasi, penduduk dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yatu kelompok Inovator, Early adopter, Early majority, Late majority, dan Laggards.
Kelompok Inovator dan Early adopter merupakan kelompok yang berwawasan luas dan berpendidikan lebih dari rata-rata. Mereka merupakan penyaring masuknya inovasi ke dalam kelompok tersebut. Kelompok Early majority akan mengikuti sikap Early adopter sementara kelompok Late majority akan mengikuti sikap yang telah dianut oleh Early majority.
Sedangkan kelompok Laggards adalah mereka yang bersikap tradisional dan sulit menerima bahkan menolak inovasi baru. Kajian terhadap teori ini menunjukkan bahwa intervensi pada Innovator dan Early adopter akan dapat mempengaruhi kelompok Early majority, sementara perubahan positif pada kelompok Early majority akan diikuti oleh kelompok Late majority.
Rekayasa manusia ditujukan kepada kelompok Innovator dan Early adopter yang relatif mempunyai wawasan, tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik. Kelompok ini tidak banyak, sekitar 16%, tetapi merupakan pengambil keputusan yang berpengaruh. Oleh karena itu perlu didekati secara interpersonal. Rekayasa manusia ini dilakukan melalui advokasi kepada para pemimpin dan tokoh masyarakat setempat secara informal dulu, baru bila telah mendapatkan lampu hijau dilakukan pendekatan secara formal.
Rekayasa sosial dimaksudkan untuk menggerakkan kelompok Early majority yang proses penerimaan inovasinya lebih lambat dan berkiblat pada kelompok Early adopter. Pada kelompok besar ini tidak mungkin dilakuan rekayasa manusia, karena akan membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama. Ole karena itu pada kelompok ini digunakan rekayasa sosial berupa pengorganisasian masyarakat. Wujud rekayas sosial adalah pembentukan kelompok kerja di tingkat masyarakat (misalnya Posyandu, Pos Obat Desa, Dana Sehat, Pos UKK, Polindes, Sadari, Posbindu Usila/Pos pembinaan terpadu usia lanjut, dll), yang prinsipnya adalah menumbuhkan kader teknis kesehatan. Lewat kerja kader inilah diharapkan terjadi alih pengetahuan dan olah keterampilan di bidang kesehatan, dari petugas kepada kader dan dari kader kepada masyarakat. Dari proses yang panjang dan lama ini secara bertahap dapat mempengaruhi kelompok Late majority untuk mengikuti jejak kelompok di atasnya. Dengan demikian, harapan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi segenap penduduk dapat tercapai.
Pola rekayasa manusia dan rekayasa sosial ini dikembangkan pula di tingkat petugas, dimana para pemimpin kelompok/institusi digarap dengan rekayasa manusia, sementara pengembangan organisasinya ditempuh melalui rekayasa sosial.
2). Pola Penggunaan Norma
Pola ini mendasarkan perubahan yang terencana melalui pengamalan dan perubahan norma yang dianut oleh masyarakat itu, mulai dari saat perencanaan hingga inplementasinya.
Aspek perencanaan pada awal program kesehatan memegang peranan yang sangat penting, apalagi bila sasarannya adalah masyarakat yang mempunyai nilai/norma sosial budaya tertentu. Prinsipnya adalah bagaimana kita menggunakan dan menerapkan pengetahuan dan sumber daya lainnya secara sadar, sebagai alat untuk memodifikasi pola perilaku kearah yang diharapkan.
Robert Chin dan Keneth D.Benne mengemukakan bahwa ada Tiga srategi dalam melakukan perubahan terencana, yaitu:
a). Empirical rational strategies
Strategi rasional empiric ini mempunyai asumsi dasar bahwa manusia akan menerima perubahan bila rasional dan menguntungkan dirinya. Strategi ini banyak berhasil pada penyebaran teknologi kebendaan (think technology), tetapi kurang berhasil untuk teknologi perangkat lunak (people technology).
b). Normative-reducative strategies
Strategi ini mempunyai asumsi dasar sebagai berikut:
1. Rasionalitas dan intelegensi tetap penting
2. Pola bertindak atau berperilaku masyarakat dipengaruhi oleh norma sosial budaya dan kesetiaan anggota masyarakat terhadap norma tersebut.
3. Perubahan pola berperilaku lebih cepat terjadi bila orang diajak terlibat untuk mengubah orientasi normatifnya.
Atas dasar asumsi tersebut, untuk penerapannya diperlukan change agent yang aktif mendekati masyarakat, dengan prinsip: Penekanan pada kebutuhan dan persepsi masyarakat, Perlu kerja sama antara change agent dengan masyarakat, penggunaan metode perilaku yang selektif dan tepat guna, dan tidak berapriori terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.
Perubahan perilaku diarahkan pada: Perbaikan kemampuan pemecahan masalah oleh masyarakat, memberi kesempatan bertumbuh kepada mereka yang mewarnai perubahan system yang akan diubah, dan metode ini berhasil baik untuk penyebarluasan teknologi perangkat lunak (people technology).
c). Power coercive strategies
Asumsi dasarnya adalah bahwa orang yang tidak mempunyai kekuasaan akan patuh/mengikuti mereka yang mempunyai kekuasaan (baik berupa kekuatan politik, ekonomi, moral, dll).
Ada tiga kategori dalam strategi ini yaitu :
1. Strategi tanpa kekerasan dengan bertumpu pada kekuatan moral.
2. Srategi melalui penggunaan institusi politik.
3. Strategi perubahan melalui rekomposisi dan manipulasi kekuatan elit.
3). Pola Faktorial
Dalam pola ini, tinggi rendahnya peran serta masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor yang ada dalam masyarakat itu sendiri maupun dalam supra sistemnya. Peran serta masyarakat merupakan fungsi dari berbagai faktor, yang secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut:
PSM = f (x1+x2+x3+x4……xn)
Keterangan :
x1 : Lingkungan epoleksosbud
x2 : Kepemimpinan
x3 : Sumber daya local
x4 : Kerjasama pemerintah dan masyarakat
x5 : Penyuluhan kesehatan masyarakat
Pola ini muncul sebagai salah satu hasil Semiloka Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan di Cisarua, tanggal 24-27 maret 1992. Dalam konsep ini disebutkan bahwa tiggi rendahnya peran serta masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor seperti tampak di atas. Konsep ini perlu ditindak lanjuti untuk mengetahui lebih rinci tentang: faktor apa saja yang mempengaruhi peran serta masyarakat dan berapa bobot masing-masing faktor tersebut pada peningkatan peran serta masyarakat di suatu komunitas. Bila kedua hal tersebut telah diketahui, maka intervensi penggerakan peran serta masyarakat dapat tepat sasaran, dengan dampak yang optimal. (Depkes RI : 1997 hal 9-16)
Sumber
Departemen Kesehatan RI. 1997. Pendekatan Kemasyarakatan. Jakarta : Depkes RI, Direktoran Bina Peran Serta Masyarakat.
Departemen Kesehatan RI. 1997. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan. Jakarta : Depkes RI, Pusat Promosi Kesehatan.
Dewey, John. 1997. Pengalaman Dan Pendidikan (John de Santo). Yogyakarta : Kepel Press bekerjasama dengan Yayasan Adi Karya IKAPI dan Ford Foundation
Lulu Anita. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Peran Dan Fungsinya Dalam Bidang Kesehatan Terhadap Peran Serta Masyarakat Dalam Kegiatan Posyandu. (Online), (http://one.indoskripsi.com, diakses 22 Nopember 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar