MENBANGUN INDONESIA BEBAS KORUPSI
Munculnya multipraktik korupsi di Indonesia bukan saja karena adanya perilaku dan nilai-nilai moral yang membangun niat untuk korupsi, tetapi juga akibat adanya multikesalahan sistem dalam birokrasi di negeri ini yang memberikan kesempatan seseorang untuk melakukan praktik korupsi. Maka, untuk mengatasi korupsi, harus dilakukan pembenahan sistem birokrasi secara holistik dan kontinyu
Kita mesti menuju kepada reformasi birokrasi. Perlu perubahan-perubahan dalam birokrasi pemerintahan untuk kepentingan rakyat,Reformasi birokrasi adalah melayani publik yang tak akan pernah berakhir (never ends), maka jika kita mau melaksanakannya dengan baik, maka korupsi bisa kita berantas. Jika kita bekerja dengan baik maka tak akan ada korupsi itu.
Percepatan pemberantasan korupsi adalah realitas nyata yang harus dilakukan. Selain penindakan, upaya pencegahan merupakan hal urgen sekaligus cara terbaik yang harus dikedepankan dalam pemberantasan korupsi.
Faktor-faktor yang dapat diandalkan untuk mencegah merebaknya korupsi di tingkat daerah, yakitu: transparansi, kepemimpinan, dan dukungan publik. Upaya pencegahan korupsi memang merupakan pekerjaan kolektif dan memerlukan komitmen semua pihak serta dukungan dari semua unsur masyarakat.
Kita mesti menuju kepada reformasi birokrasi. Perlu perubahan-perubahan dalam birokrasi pemerintahan untuk kepentingan rakyat,Reformasi birokrasi adalah melayani publik yang tak akan pernah berakhir (never ends), maka jika kita mau melaksanakannya dengan baik, maka korupsi bisa kita berantas. Jika kita bekerja dengan baik maka tak akan ada korupsi itu.
Percepatan pemberantasan korupsi adalah realitas nyata yang harus dilakukan. Selain penindakan, upaya pencegahan merupakan hal urgen sekaligus cara terbaik yang harus dikedepankan dalam pemberantasan korupsi.
Faktor-faktor yang dapat diandalkan untuk mencegah merebaknya korupsi di tingkat daerah, yakitu: transparansi, kepemimpinan, dan dukungan publik. Upaya pencegahan korupsi memang merupakan pekerjaan kolektif dan memerlukan komitmen semua pihak serta dukungan dari semua unsur masyarakat.
MEMBANGUN INDONESIA BEBAS KORUPSI
Pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini, mengalami hambatan. Karena itu, diperlukan metode penegakkan hukum yang dilakukan secara luar biasa. "Untuk mewujudkan hal itu, dibentuk badan khusus yang memiliki kewenangan luas, independen, dan bebas dari kekuasaan mana pun. Badan khusus tersebut kemudian dikenal dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002," kata Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, pada orasi ilmiah berjudul "Membangun Indonesia Bebas Korupsi", di Wisma Buana Universitas Langlangbuana (Unla), Jln. Karapitan 116 Bandung, baru-baru ini. Acara tersebut digelar bersamaan dengan penyelenggaraan "Wisuda Lulusan Strata 1 (S1) dan Strata 2 (S2) Unla Tahun 2005". Menurutnya, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2002, tugas KPK menjadi koordinator dan supervisor terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta melakukan tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Selain itu, lembaga ini juga bertugas melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. "Dengan berjalannya tugas-tugas tersebut, maka KPK diharapkan mampu meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Pelaksanaannya harus dilakuan secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan," ujarnya. Mengenai maraknya tindak pidana korupsi, kata Taufiequrachman, teori yang menyebutkan bahwa kejahatan terjadi pada masyarakat miskin, sudah tidak berlaku lagi. Pasalnya, pada era globalisasi dewasa ini, makin banyak muncul kejahatan baru, khususnya di lingkungan birokrasi dan perusahaan-perusahaan. Kejahatan jenis itu, lanjutnya, dikenal sebagai kejahatan kerah putih. Pelaku kejahatan ini, bukanlah orang-orang miskin yang terpaksa melakukan kejahatan untuk menyambung hidup mereka. Tetapi, pelaku kejahatan itu adalah orang-orang yang memiliki posisi tinggi atau memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan. "Mereka dengan leluasa menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi sehingga marak tindak pidana di bidang perbankan, penyelundupan, illegal logging, dan terutama tindak pidana korupsi," terangnya. Dikatakannya, survei-survei yang dilakuan oleh lembaga non-pemerintah, seperti Transparancy International Indonesia pada 2004 dan Political and Economic Risk Consultancy pada 2002, menunjukkan betapa mencemaskannya tindak pidana korupsi di Indonesia. Namun, sebagai bangsa yang besar, kita harus menarik pelajaran positif dari hasil survei tersebut, yaitu kita harus segera melakukan pembenahan dan perubahan sikap mental, dari sistem yang koruptif ke arah sistem yang bersih dan bebas dari korupsi. "Pembenahan dan perubahan tersebut harus segera dilakukan sehingga kita dapat bangkit dari keterpurukan dan mempercepat langkah-langkah kita untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain," tukasnya.
MEMBANGUNINDONESIA BEBAS KORUPSI
Bahwa semakin jelas ada upaya-upaya sistematis menghancurkan KPK beserta seluruh unsurnya.
Bahwa semakin jelas ada pertalian dan kejahatan kolektif yang dilakukan justru oleh para pemimpin politik yang seharusnya melindungi negara dan bangsa. Pemimpin politik secara demonstratif menunjukkan keberpihakan kepada para koruptor yang nyata-nyata telah meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan rakyat indonesia.
Bahwa fakta-fakta menunjukkan para pemimpin politik menggunakan kekuasaannya untuk menyalahgunakan APBN untuk kepentingan diri dan kelompoknya, bukan untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahwa semakin nyata sejumlah politisi dan pihak melakukan pemufakatan dan konspirasi jahat untuk menghancurkan KPK yang notabene merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang kredibel dan masih memberikan harapan pada upaya pemberantasan korupsi.
Bahwa kita semua memahami, korupsilah penyebab kehancuran negara dan bangsa. Korupsi menjadi penghalang besar penunaian janji kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam naskah Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, kami menyerukan kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk merapatkan barisan melawan koruptor sebagai musuh kita sesungguhnya, guna menjaga keselamatan negara dan bangsa.
Mengimbau seluruh warga bangsa untuk tidak mudah terhasut politik adu domba para koruptor, yang dengan segala cara berusaha menutupi kebanaran dan menyebar fitnah.
Kepada para tokoh masyarakat, tokoh mahasiswa, tokoh intelektual, tokoh perempuan dan tokoh agama, kami imbau untuk menyatukan langkah membendung serangan balik para koruptor yang telah menyulap diri hadir seolah-olah menjadi bagian dari kita.
Meminta kepada Presiden dan seluruh pemimpin politik, untuk hadir di tengah masyarakat mengambil tindakan nyata menyelesaikan permasalahan rakyat yang kian hari kian dihimpit oleh carut marut ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Ketiadaan peran kepemimpinan yang kuat selama dua masa jabatan kepresidenan, Indonesia berpotensi kehilangan satu dasawarsa dalam membangun ketertiban dan kepatuhan pada hukum sebagai landasan utama demokrasi.
Kepada Presiden Republik Indonesia, kami memberikan dukungan keberanian untuk melakukan langkah-langkah aktif dan nyata, menggunakan kewenangan tertinggi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, serta sebagai pemegang mandat Rakyat Indonesia, untuk melindungi negara dan warga bangsa:
Dari serangan balik para koruptor,
Dari kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan dasar rakyat banyak,
Dari pemiskinan terstruktur karena penguasaan sumberdaya ekonomi oleh segelintir kelompok,
Dari ketidakpastian hukum dan penegakan hukum yang tidak adil
Bahwa semakin jelas ada upaya-upaya sistematis menghancurkan KPK beserta seluruh unsurnya.
Bahwa semakin jelas ada pertalian dan kejahatan kolektif yang dilakukan justru oleh para pemimpin politik yang seharusnya melindungi negara dan bangsa. Pemimpin politik secara demonstratif menunjukkan keberpihakan kepada para koruptor yang nyata-nyata telah meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan rakyat indonesia.
Bahwa fakta-fakta menunjukkan para pemimpin politik menggunakan kekuasaannya untuk menyalahgunakan APBN untuk kepentingan diri dan kelompoknya, bukan untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahwa semakin nyata sejumlah politisi dan pihak melakukan pemufakatan dan konspirasi jahat untuk menghancurkan KPK yang notabene merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang kredibel dan masih memberikan harapan pada upaya pemberantasan korupsi.
Bahwa kita semua memahami, korupsilah penyebab kehancuran negara dan bangsa. Korupsi menjadi penghalang besar penunaian janji kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam naskah Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, kami menyerukan kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk merapatkan barisan melawan koruptor sebagai musuh kita sesungguhnya, guna menjaga keselamatan negara dan bangsa.
Mengimbau seluruh warga bangsa untuk tidak mudah terhasut politik adu domba para koruptor, yang dengan segala cara berusaha menutupi kebanaran dan menyebar fitnah.
Kepada para tokoh masyarakat, tokoh mahasiswa, tokoh intelektual, tokoh perempuan dan tokoh agama, kami imbau untuk menyatukan langkah membendung serangan balik para koruptor yang telah menyulap diri hadir seolah-olah menjadi bagian dari kita.
Meminta kepada Presiden dan seluruh pemimpin politik, untuk hadir di tengah masyarakat mengambil tindakan nyata menyelesaikan permasalahan rakyat yang kian hari kian dihimpit oleh carut marut ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Ketiadaan peran kepemimpinan yang kuat selama dua masa jabatan kepresidenan, Indonesia berpotensi kehilangan satu dasawarsa dalam membangun ketertiban dan kepatuhan pada hukum sebagai landasan utama demokrasi.
Kepada Presiden Republik Indonesia, kami memberikan dukungan keberanian untuk melakukan langkah-langkah aktif dan nyata, menggunakan kewenangan tertinggi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, serta sebagai pemegang mandat Rakyat Indonesia, untuk melindungi negara dan warga bangsa:
Dari serangan balik para koruptor,
Dari kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan dasar rakyat banyak,
Dari pemiskinan terstruktur karena penguasaan sumberdaya ekonomi oleh segelintir kelompok,
Dari ketidakpastian hukum dan penegakan hukum yang tidak adil
Dapat dilakukan dengan cara :
Koreksi diri
Membangun budaya bebas korupsi harus dimulai dari diri masing-masing. Maka, tidak perlu menyoroti orang lain, tetapi melakukan koreksi diri. Sudahkah pribadiku bebas dari budaya korupsi? Korupsikah aku? Setiap pribadi ditantang untuk menjawab pertanyaan ini dan diharapkan disertai dengan langkah nyata. Bila sebagai pribadi aku melakukan korupsi, inilah saat yang tepat untuk berhenti!
Di Indonesia korupsi begitu subur dan mengakar dalam dan luas di berbagai bidang, struktural, sosial, ekonomi, maupun keagamaan! Bahkan, di lingkungan pengadilan dan Mahkamah Agung pun terindikasi terjadi praktik korupsi
Karena itu, di Indonesia, korupsi sudah berwajah multiganda, begitu rumit, kompleks, dan kusut untuk diurai! Ia tidak hanya merusak level suprastruktur, tetapi ke infrastruktur.
Untuk itu, sinergi berbagai unsur dan kalangan untuk membebaskan bangsa ini dari praktik korupsi amat mendesak diwujudkan. Pemerintah dan pengadilan harus menjadi pelopor untuk melakukannya. Masyarakat wajib mendukung gerakan ini.
Setiap pribadi merupakan anggota masyarakat yang harus terus membuat koreksi diri, jangan-jangan telah terjerat perilaku koruptif. Untuk itu, perlu membangun kesadaran budaya bebas korupsi mulai dari diri sendiri!
Masalah budaya
Masalah korupsi adalah masalah budaya. Ia berakar pada lemahnya mekanisme kontrol, baik dari pemerintah maupun masyarakat umumnya.
Korupsi menjadi persoalan budaya. Karena itu, dibutuhkan penyadaran dan penataan kembali sikap hidup dengan mengedepankan pendidikan nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan. Keserakahan mesti dilawan dengan keugaharian dan keikhlasan. Ketidakjujuran mesti diretas dengan kejujuran. Ketertutupan mesti dikalahkan dengan keterbukaan.
Salah satu langkah efektif untuk memberantas korupsi adalah meningkatkan sistem dan mekanisme kontrol dengan mengedepankan rasa keadilan dan penegakan hukum! Dalam arti ini, sinyalemen bahwa penanganan masalah korupsi bersifat pilih kasih harus dicermati! Konkretnya, pemberatasan korupsi harus tanpa pandang bulu!
Untuk itu, pemerintah dan seluruh aparat mesti konsisten dalam memberantas korupsi. Konsistensi, keseriusan, dan sikap tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi akan meningkatkan kepercayaan publik bahwa kita telah membangun habitus baru dengan menghadirkan good governance bagi masyarakat!
Kekuasaan
Akar penyebab korupsi adalah nafsu untuk hidup bermewah-mewah di kalangan kelompok yang berkuasa. Undang-Undang Antikorupsi, UU No 31/1999, korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, menghasilkan kerugian kekayaan negara. Betapa erat kaitan korupsi dengan kekuasaan.
Konsekuensi logis rumusan yuridis-konstitusional itu ialah strategi pemberantasan korupsi harus dimulai dengan menciptakan pemerintahan bersih, berwibawa, transparan, dan akuntabel. Mengapa pemerintah? Karena merekalah yang de facto dan de jure mempunyai kekuasaan!
Dalam konteks ini, upaya Presiden Yudhoyono memberantas korupsi secara serius pantas didukung. Program pemberantasan korupsi begitu gencar! Hasilnya mulai tampak. Sejumlah warga, pejabat pemerintah, anggota DPRD, pejabat bank, pebisnis diperiksa, ditahan, dan diadili. Prosesnya masih berjalan. Kita menunggu hasilnya.
Hasil yang baik akan semakin meneguhkan upaya membangun budaya bebas korupsi. Budaya bebas korupsi akan makin nyata jika setiap unsur masyarakat, pengusaha, dan penguasa terbebas dari perbuatan buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma agama, sosial, dan hukum! Untuk itu, diperlukan cara berpikir, bertindak, berperilaku, dan berelasi yang baru di dalam keluarga, masyarakat, di kantor, di pemerintahan, di mana pun!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar