Senin, 17 September 2012

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN-EKLAMPSIA

A.                DEFINISI
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam  nifas disertai dengan hipertensi (dengan  peningkatan Tekanan Darah (Sistole ˃180 mmHg, Diastole ˃110 mmHg), oedema dan  proteinuria. Eklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dari pada multipara.
(obstetri patologi, UNPAD)
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan kejang  menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan  pre-eklampsia, eklampsia dapat  timbul pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia post partum  umumnya hanya terjadi pada waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
(Prawirohardjo, sarwono: 2009)
Eklampsia adalah keadaan dimana didiagnosis ketika pre-eklampsia memburuk menjadi kejang.
(Helen Varney: 2007)

B.                 ETIOLOGI
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a.       Teori genetik
Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklampsi.
b.      Teori imunologik
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologik normal, sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklampsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c.       Teori iskhemia regio utero placental
Kejadian eklampsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placental menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk odem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler danpeningkatan permeabilitas pada membran glomerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
d.      Teori radikal bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ischemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi dari pada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e.       Teori kerusakan endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase asam lemak jenuh.
Pada iskhemia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glomerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f.       Teori trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Iskhemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan iskhemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g.      Teori diet ibu hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil ± 2-2 ½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin. Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai berikut: dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang menyebabkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi, sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.

C.                PATOFISIOLOGI
Pada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung. Pada umumnya ditemukan necrose, oedema, ischemia dan thrombosis. Pada placenta terdapat infarct karena degenerasi syncytium. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium, haemokonsentrasi dan kadang-kadang acidosis.
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resistensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidramnion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriktor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin, angiotensin, dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia utero plasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan odema generalisator, termasuk odema intima pada anterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia.Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.Vasospasme dapat diakobatkan karena adanya peningkatan sensitivitas dari sirkulating pressor. Eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta, sehingga dapat berakibat terjadinya intrauterine growth retardation.

D.                KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi:
a.       Eklampsia gravidarum
·         Kejadian 50% sampai 60%
·         Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b.      Eklampsia parturientum
·         Kejadian sekitar 30% sampai 35%
·         Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan, terutama saat mulai inpartu
c.       Eklampsia puerperium
·         Kejadian jarang yaitu 10%
·         Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

E.                 DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosa eklampsia tidak terlalu sukar, karena eklampsia merupakan lanjutan pre eklampsi berat dan disusul kejang atau koma.
Eklampsia dapat dibedakan dengan:
a.              Epilepsi dengan kejang terjadi pada:
·         Hamil muda atau sebelum hamil
·         Tidak disertai tanda pre eklampsia
·         Karena obat anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam vena
b.             Keadaan koma pada:
·         Diabetes melitus
·         Perdarahan otak
·         Infeksi: meningitis, ensefalitis

F.                 PENGOBATAN atau TERAPI
Eklampsia merupakan kelanjutan dari pre eklampsia berat disertai semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. 
Tambahan gejala pada eklampsia adalah sebagai berikut.
a.       Menurunnya kesadaran sampai koma
b.    Terjadi konvulsi
Seperti diketahui, turunnya kesadaran sampai koma terjadi sebagai akibat dari:
a.       Edema serebri
b.      Perdarahan dan nekrosis sekitar perdarahan
c.       Mungkin terjadi hernia batang otak sehingga mengganggu fungsinya untuk mengendalikan dan koordinasi pusat vital
d.      Konvulsi sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis
Tahapan kejang
a.       Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, kejang-kejang halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik
b.      Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, pernapasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki diputar ke dalam, lidah dapat tergigit.
c.       Tingkat konvulsi (kejang klonik)
·         Berlangsung 1-2 menit
·         Kontraksi otot berlangsung cepat
·         Mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
·         Mata melotot
·         Mulut berbuih
·         Muka tampak sianosis
·         Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan
d.      Tingkat koma
·         Setelah kejang klonik ini, pasien dapat jatuh koma.
·         Lamanya koma ini dari beberapa menit sampai berjam-jam.
·         Kalau pasien sadar kembali, ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghindari terjadinya kejang berulang, mengurangi koma, dan meningkatkan diuresis. Dalam hal itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang adalah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma.
Saat perjalanan ke rumah sakit dapat diberikan:
·         Penenang dengan suntikan 20 mg valium
·         Pasang infus glukosa 5% dan dapat ditambah valium 10 sampai 20 mg
Perawatan di rumah sakit dapat diberikan sebagai berikut:
a.       Kamar isolasi
·         Menghindarkan rangsangan dari luar: sinar atau keributan
·         Mengurangi menerima kunjungan
·         Yang merawat jumlahnya terbatas
b.      Pengobatan medis
Untuk menghindfari kejang berkelanjutan, dapat diberikan obat-obatan yaitu:
  •               Sodium pentothal
Pemberian sodium pentothal dapat menghilangkan kejang. Dosis inisial pentothal antara 200 sampai 300 mg IV perlahan-lahan.
  •           Magnesium sulfat, Efeknya yaitu:
·         Menurunkan tekanan darah
·         Mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis
·         Meningkatkan diuresis
·         Mematahkan sirkulasi iskemia plasenta, sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
Dosis pemberian larutan MgSO4 40%
Ø  Intramuskular
·         8 gr pada daerah gluteal kanan kiri
·         Selanjutnya 4 gr tiap 6 jam
Ø  Intravena
·         10 cc magnesium sulfat 40% intravena perlahan-lahan
·         Diikuti intramuskular 8 gr.

Syarat pemberian magnesium sulfat adalah:·         Refleks patella masih positif
·         Pernapasan tidak kurang dari 16 kali per menit
·         Diuresis minimal 600 cc/24 jam
Antidotum untuk magnesium sulfat adalah 1 gr kalsium klorida atau glukonas kalsikus. 
·                Lytic cocktail
Terdiri dari pethidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg yang dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5% dan diberikan secara intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Tensi dan nadi dapat tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita
Perawatan pada serangan kejang:
·         Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
·         Masukkan tong spatel ke dalam mulut penderita
·         Kepala direndahkan, lendir diisap dari daerah oropharing
·    Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman, namun cukup lonnggar guna menghindari fraktur
·         Pemberian oksigen
·         Dipasang kateter menetap
Perawatan pada penderita koma :
·       Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale”.
·         Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
·         Pada koma yang lama (˃ 24 jam), makanan melalui hidung (NGT)
 
Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada:·         Edema paru
·         Gagal jantung kongestif
·         Edema anasarka

G.                DIAGNOSA BANDING
Kejang  pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia.  Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik.  Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul  kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.  Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.

H.                PROGNOSIS
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan makagejala pengobatan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis akan terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuahan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya kecuali pada janin dari ibu yang mempunyai hipertensi kronik. Prognosisi janin pada penderiata eklampsi juga tergolong buruk. Sering pula janin mati intra uterin atau mati pada fase neonatal karena kondisi bayi sudah sangat inferior.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...