Kamis, 31 Januari 2013

TEORI KB (KELUARGA BERENCANA)

A. Keluarga Berencana

1. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana menurut WHO (1970) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
a. Mengatahui kelahiran yang tidak diinginkan.
b. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
c. Mengatur interval di antara kehamilan.
d. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami-isteri.
e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
(Hartanto, 2004).

2. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan keluarga berecana menurut BKKBN adalah :
1) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
2) Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan reproduksi.


3. Kontrasepsi
a. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi sesuai dengan makna asal katanya dapat didefinisikan sebagai tindakan atau usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan.
Pembuahan dapat terjadi bila beberapa syarat berikut terpenuhi yaitu adanya sel telur dan sel sperma yang subur, kemudian cairan sperma harus ada di dalam vagina, sehingga sel sperma yang ada di dalam vagina dapat berenang menuju ke serviks kemudian ke rahim lalu ke saluran oviduk untuk membuahi sel telur. Sel telur yang telah dibuahi harus mampu bergerak dan turun ke rahim yang akan melakukan nidasi, endometrium atau dinding rahim harus dalam keadaan siap untuk menerima nidasi.

b. Cara Kerja Kontrasepsi
Cara kerja dari alat kontrasepsi adalah untuk :
1) Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.
2) Melumpuhkan sperma.
3) Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.
(BKKBN, 2001).


c. Efektifitas Kontrasepsi
Suatu metode kontrasepsi dikatakan efektif bila memang mampu menghalangi terjadinya pembuahan.
Ada dua cara untuk mengukur efektifitas suatu kontrasepsi, yaitu :
1) Efektifitas Teoritis
Efektifitas teoritis adalah suatu alat kontrasepsi atau metode kontasepsi jika kontrasepsi tersebut dipakai secara tepat sesuai dengan petunjuknya selama produk tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka variasi efektifitas uatu kontrasepsi hanyalah karena perberdaan fisiologis dari para penggunaanya, misalnya berbedaan umur.

2) Efektifitas Pengguna
Efektifitas pengguna ini memperhitungkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pengguna kontrasepsi tesebut dan angkanya menjadi sangat bervariasi, tergantung banyak faktor, seperti tingkat pendidikan dan informasi yang di dapatkan oleh pengguna. Semua kontrasepsi kecuali sterilisasi dan IUD, efektifitas keberhasilannya sangat tergantung pada para penggunanya, efektifitas pengguna biasanya dihitung berdasarkan angka kegagalan per 100 wanita yang memakai pertahun.


4. Metode atau Alat Kontrasepsi Pria
Dari bermacam-macam kontrasepsi yang ada, yang dapat digunakan oleh pria adalah kondom dan metode vasektomi ( BKKBN).
a. Pengertian Vasektomi
Vasektomi adalah pemotongan sebagian (0,5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
(http://www.bkkbn.go.id)

b. Cara Kerja Vasektomi
Cara kontrasepsi ini dipersiapkan melalui tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma (vas deferens) sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa dengan demikian tidak terjadi pembuahan. Operasi hanya berlangsung kurang lebih 15 menit, pasien tidak perlu dirawat. (Hartanto, 2004)


c. Keuntungan Vasektomi
1) Efektif.
2) Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.
3) Sederhana.
4) Cepat hanya memerlukan waktu 5 -10 menit.
5) Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal saja.
6) Biaya rendah.
7) Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan paramedis wanita. (Hartanto, 2004)

d. Kerugian Vasektomi
1) Diperlukan suatu tindakan operatif.
2) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.
3) Kontraspesi pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa, yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi vas deferens dikeluarkan.
4) Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi pria. (Hartanto, 2004)


e. Efektifitas Vasektomi
1) Angka kegagalan 0 – 2,2%, umumnya < 1%
2) Kegagalan kontap-pria, umunnya disebabkan oleh:
a) Sanggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa.
b) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa.
c) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi
d) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat lebih dari 1 vas deferens pada satu sisi).

f. Efek Samping
Efek samping yang umum diketemukan adalah kulit membiru atau lecet pembengkakan dan rasa sakit keadaan ini merupakan hal yang ringan dan akan hilang sendiri tanpa atau dengan pengobatan sederhana, efek samping lainnya tetapi jarang diketemukan antara lain adalah hematoma granuloma, radang setempat, radang epididimis, timbulnya antibodi dan masalah-masalah psikologis.
Gejala-gejala sampingan tersebut di atas, pada umumnya disebabkan oleh persiapan, teknik dan perawatan yang kurang sempurna, disamping faktor penderita sendiri.

Rabu, 30 Januari 2013

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KOLERA


                        Penyakit Kolera (Cholera)

Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.

Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).
·      Penyebaran Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
·      Gejala dan Tanda Penyakit Kolera
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.

Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
·      Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
·      Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

Sabtu, 26 Januari 2013

KONSEP NIFAS DENGAN EKLAMPSIA & FORCEPS


KONSEP  NIFAS, EKLAMSI, FORCEPS

KONSEP NIFAS
Pengertian 
1.         Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari,2000:122).
2.         Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary cunningham,Mac Donald,1995:281).
3.         Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6- 12 minggu. ( Ibrahim C, 1998:       ).

Tujuan Perawatan Masa Nifas
Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar dari rumah sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1.         Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.
2.         Melaksanakan skrining yang komprehrnsif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3.         Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat.
4.         Untuk mendapatkan kesehatan emosi. (Bari Abdul,2000:121)

2.2.1.3  Perubahan Masa Nifas
Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
1. Perubahan fisik
Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:
Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena  adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan.
Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.
Involusi pada alat kandungan meliputi: 
Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi   dan  retraksi otot-ototnya.      
Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

1.         Tabel 2.1 Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan


Involusi

TFU

Berat Uterus
Diameter Bekas Melekat Plasenta

Keadaan Cervix
Setealh pladsenta lahir
1 minggu

2 minggu
6 minggu

8 minggu
Sepusat

Pertengahan pusat symphisis
Tak teraba
Sebesar hamil 2 minggu
Normal
1000 gr

500 gr

350 gr
50 gr

30 gr
12,5

7,5 cm

5 cm
2,5 cm


Lembik

Dapat dilalui 2 jari

Dapat dimasuki 1 jari

Sumber: Rustam muchtar, 1998


Involusi tempat plasenta
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. (Sulaiman S, 1983l: 121   )                
Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
              Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang  sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.
Rasa sakit yang disebut after pains  ( meriang atau mules-mules) disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik.( Cunningham, 430)               

(1)      Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.
Lochia sanginolenta berwarna putih bercampur merah , mulai hari ketiga sampai hari ketujuh.
Lochia serosa berwarna kekuningan dari hari ketujuh sampai hari keempat belas.
Lochia alba berwarna putih setelah hari keempat belas.( Manuaba, 1998: 193)                
Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang  menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.( Rustam M, 1998: 130)
     Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah  untuk mengakomodasi   penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada  24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu  mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. ( V Ruth B, 1996: 230)
              Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum.( V Ruth B, 1996: 230)
     Sistim Hormonal
              Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen,  progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.
Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula  hipofise  anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior  untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231)
     Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini  menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.  
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983: 318 )
Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:  
Tabel 2.2 Tabel perubahan Tanda-tanda Vital
Parameter
Penemuan normal
Penemuan abnormal
Tanda-tanda vital
Tekanan darah < 140 / 90 mmHg, mungkin bisa naik dari tingkat disaat persalinan 1 – 3 hari post partum.
Suhu tubuh < 38 0 C
Denyut nadi: 60-100 X / menit
Tekanan darah > 140 / 90 mmHg


Suhu > 380 C
Denyut nadi: > 100 X / menit

           2. Perubahan Psikologi
               Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:
Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi  interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi.( Persis Mary H, 1995:     )
Sedangkan stres  emosional pada ibu nifas kadang-kadang  dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.( Ibrahim C S, 1993: 50)                                                                                                                                                     

2.2.1.4   Perawatan Masa Nifas
                        Setelah melahirkan, ibu membutuhkan  perawatan yang intensif untuk pemulihan kondisinya          setelah proses persalinan yang melelahkan. Dimana perawatan post partum meliputi:
           1. Mobilisasi Dini
  Karena lelah sehabis melahirkan , ibu harus istirahat tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari keempat atau kelima sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas memiliki variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
                Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan pengeluaran lochia, mengurangi infeksi purperium, mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.( Manuaba, 1998: 193)
             2. Rawat Gabung
                 Perawatan ibu dan bayi dalan satu ruangan bersama-sama sehingga ibulebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.( Manuaba, 1998: 193)
             3. Pemeriksaan Umum
                 Pada ibu nifas pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah  kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
            4. Pemeriksaan Khusus
                Pemeriksaan khusus pada ibu nifas meliputi:
Fisik                                 : tekanan darah, nadi dan suhu
Fundus uteri                      :  tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.           
Payudara                            :  puting susu, pembengkakan, pengeluaran ASI
Patrun lochia                  : Locia rubra, lochia sanginolenta, lochia serosa,   lochia      alba
Luka jahitan episiotomi      : Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi. ( Manuaba, 1998: 193)
            5. Nasehat Yang Perlu diberikan saat pulang adalah:
    Diit
Masalah diit perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada pemulihan kesehatan ibu dan pengeluaran ASI. Makanan harus mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran dan buah-buahan.
                Pakaian
Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak akan mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap, sehingga lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah sekitarnya. Kasa pembalut sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan lochia,saat buang air kecil ataupun setiap buang air besar.
                Perawatan vulva
Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inveksi di daerah vulva, perineum maupun didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum mandi, sesudah buang air kemih atau buang air besar dan bila klien merasa tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa nyeri. Cara perawatan vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan setelah BAB cebok kearah belakang, ganti pembalut stiap kali basah atau setelah BAB atau BAK , setiap kali cebok memakai sabun dan luka bisa diberi betadin.Untuk cara merawat luka dapat dilihat pada lampiran 1
                Miksi
Kencing secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam post partum. Kadang kadang wanita sulit kencing, karena spincter uretra mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi.( Persis H, 1995: 288)
                Defekasi
Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Bila belum terjadi dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat laksans per oral atau perektal atau bila belum berhasil lakukan klisma.( Persis H,1995: 288)
                Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena sangat berguna untuk kesehatan bayi.Dan segera setelah lahir ibu sebaiknya menyusui bayinya karena dapat membantu proses involusi serta colostrum  mengandung zat antibody yang berguna untuk kekebalan tubuh bayi.Cara perawatan payudara ada pada lampiran no.2
( Mac. Donald, 1991: 430)
                Kembalinya Datang Bulan atau Menstruasi
Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit diperhitungkan dan bersifat indifidu. Sebagian besar kembalinya menstruasi  setelah 4-6 bulan.
                Cuti Hamil dan Bersalin
Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan setelah melahirkan.
                Mempersiapkan untuk Metode KB
Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan metode KB untuk menjarangkan atau menghentikan kehamilan. Oleh karena itu penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum haid pertama kembali untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah melahirkan.(Bari Abdul,2000:129)

2.2.2     KONSEP EKLAMSI
2.2.2.1. Batasan
         1. Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) . (Wirjoatmodjo, 1994: 49).
         2. Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum.          (Angsar MD, 1995: 41)
2.2.2.2  Patofisiologi
               Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu “ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 49)
2.2.2.3  Pembagian Eklamsi
              Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi:
        1.   Eklamsi gravidarum
              Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil
        2.   Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat  inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.

        3.  Eklamsi Puerperium
             Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.      ( Manuaba, 1998: 245)
2.2.2.4. Gejala Klinis Eklamsi
              Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
          1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
 2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
1.            Kejang-kejang atau koma
               Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
               Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah  berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998: 275)
2.     Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
                 (Wirjoatmodjo, 1994: 49)
2.2.2.5. Pemeriksaan dan Diagnosis
Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
          1. Berdasarkan gejala klinis diatas
          2. Pemeriksaan laboratorium  meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis
              Konsultasi dengan displin lain kalau dipandang perlu
        1.   Kardiologi
        2.   Optalmologi
        3.   Anestesiologi
        4.   Neonatologi dan lain-lain
(Wirjoatmodjo, 1994: 49)              
2.2.2.6. Diagnosis Banding
             Diagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:
         1. Febrile convulsion   ( panas +)
         2. Epilepsi                    ( anamnesa epilepsi + )
         3. Tetanus                    ( kejang tonik atau kaku kuduk)
         4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)
2.2.2.7. Komplikasi Serangan
             Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah:
         1. Lidah tergigit
         2. Terjadi perlukaan dan fraktur
         3. Gangguan pernafasan
         4. Perdarahan otak
         5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan
      ( Muchtar Rustam, 1995:226)
2.2.2.8. Bahaya Eklamsi
         1. Bahaya eklamsi pada ibu
              Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah  menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
          2. Bahaya eklamsi pada janin
Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR   (Intra Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
               ( Pedoman Diagnosis dan  Terapi, 1994:  43)

2.2.2.9 Prognosa
            Eklamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden adalah:
         1. Koma yang lama  
         2. Nadi diatas 120 per menit
         3. Suhu diatas 39°C.
         4. Tensi diatas 200 mmHg
          5. Lebih dari sepuluh serangan
          6. Priteinuria 10 gr sehari atau lebih
          7. Tidak adanya oedema.  ( M Dikman A, 1995: 45)                                                 
2.2.2.10. Penatalaksanaan
               Prinsip pengobatan eklamsia pada ibu nifas adalah menghentikan kejang kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulang.
   1. Konsep pengobatan
Menghindari tejadinya kejang berulang, mengurangi koma, meningkatkan jumlah diuresis.
        2.Obat untuk anti kejang
 MgSO4   ( Magnesium Sulfat)
 Dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan  : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.
 Syarat     :  reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan ( respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari.
Apabila ada kejang lagi, diberikan  Mg SO 4   20 %, 2gr I.V.  pelan-pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan.
Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas  kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V  pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4 .

2.2.3     KONSEP EKSTRAKSI FORCEPS
2.2.3.1. Definisi
              Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.     (Hanifa W,1991: 88)
              Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala.(Phantom,______:178)
              Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin ( kepala ) dengan alat cunam. ( Bari Abdul, 2001: 501)
2.2.3.2. Tujuan
             Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
              1. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
              2. Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan   depan atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK ki /ka belakang menjadi UUK depan ( dibawah symphisis pubis)
              3. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
2.2.3.3. Jenis Tindakan Forceps
              Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan  beberapa macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
          1. Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
          2. Forceps tengah
 Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
          3. Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.
       ( Manuaba,1998: 348)
2.2.3.4 Indikasi
            Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
1. Indikasi ibu
Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah berlangsung lama.
Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
Eklamsi yang mengancam
Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV,  pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah atau  2jam mengedan janin belum lahir juga
Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal  Ibu dengan decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang),  pre eklamsi berat,  ibu dengan asma broncial.
Partus tidak maju-maju
Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
         2. Indikasi janin
             Gawat janin
             Tanda-tanda gawat janin antara lain :
             Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, adanya mekonium (pada janin letak kepala)
  Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
              (Rustam Muchtar,1995: 84-85)

2.2.3.5 Syarat
            Syarat-syarat untuk dapat melakukan ekstrasksi forceps antara lain:
              1. Pembukaan lengkap
              2. Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
        3. Presentasi kepala dan ukuran kepala cukup cunam
        4. Tidak ada kesempitan panggul
        5. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
        6. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
        7. Kontraksi baik
        8. Ibu tidak gelisah atau kooperatif                                     
 ( Bari Abdul, 2001: 502)
2.2.3.6 Kontra Indikasi
            Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi
  1. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang oleh forceps
  2. Anencephalus
  3. Adanya disproporsi cepalo pelvik
  4. Kepala masih tinggi
  5. Pembukaan belum lengkap
  6. Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
  7. Jika lingkaran kontraksi patologi  bandl sudah setinggi pusat atau lebih
(Muchtar Rustam, 1995: 85)

2.2.3.7   Komplikasi
              Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
          1. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
Perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi  ruptura uteri, ruptura cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
 Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam
   Komplikasi segera pada bayi
Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga  terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan  otak.
              Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi 
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
          2. Komplikasi kemudian atau terlambat
              Komplikasi pada ibu
Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
              Infeksi
              Penyebaran infeksi makin luas
              Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
              Trauma ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps
              Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian serta encefalitis sampai meningitis.
Gangguan susunan saraf pusat
              Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual.
              Gangguan pendengaran dan keseimbangan.


2.2.3.8 Perawatan Setelah Ekstraksi Forceps
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan post partum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan jalan lahir dan infeksi.Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps memerlukan profilaksis pemberian infus sampai tercapai keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi rahim menjadi kuat dan pemberian anti biotika untuk menghindari infeksi. ( Manuaba, 1998: 253)

2.3  KONSEP ASUHAN KEBIDANAN PADA KLIEN POST FORCEPS    EKSTRAKSI INDIKASI EKLAMSI
Pada klien post forceps ekstraksi indikasi eklamsi perlu dilakukan perawatan kebidanan secara intensif dengan menggunakan pendekatan menejemen kebidanan secara terpadu dan berkesinambungan.
Untuk itu pada kesempatan ini, menejemen kebidanan yang kami terapkan berdasarkan teori Helen Varney yang menggunakan 7 langkah,meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa, masalah, diagnosa potensial, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.3.1   Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal proses asuhan kebidanan yang terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

2.3.1.1 Data subyektif
1.      Biodata, mencakup identitas klien serta suami yang terdiri dari:
Nama yang jelas dan lengkap, bila perlu ditanyakan nama panggilan sehari-hari.
Umur dicatat dalam tahun, sebaiknya juga tanggal lahir klien, umur berguna mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan.
Alamat perlu dicatat untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak, misalnya ibu yang dirawat memerluan bantuan keluarga. Dengan adanya alamat tersebut keluarga klien dapat segera dihubungi. Demikian juga alamat dapat memberikan petunjuk tentang keadaan lingkungan tempat tinggal klien.
Pekerjaan dicatat untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pekerjaan dengan permasalahan kesehatan klien dan juga pembiayaan.
Agama perlu dicatat karena hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan termasuk kesehatan. Dengan diketahuinya agama klien, akan memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam melakukan asuhan kebidanan.
Pendidikan klien ditanyakan untuk mengetahui tingkat intelektualnya, tingkat pendidikan dan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.
Status perkawinan ditanyakan pada klien untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status perkawinan terhadap masalah kesehatan.
2.      Keluhan utama
Keluhan yang mungkin dapat terjadi dan dirasakan oleh ibu nifas post ekstraksi forceps adalah:
Ibu merasa mules-mules pada perut atau, ibu merasa sakit pada luka jahitan perineum, adanya pengeluaran lochia rubra, merah, jumlah lebih banyak dari keadaan fisiologis, ibu merasa pusing kepala, nyeri ulu hati dan penglihatan kabur.
3.      Riwayat Obstetri
Riwayat obstetri yang perlu dikaji adalah
Riwayat Haid
Riwayat menstruasi yang perlu ditanyakan adalah menarche, siklus teratur atau tidak, lamanya menstruasi, banyaknya darah yang keluar, menstruasi terakhir, dismenorrhoe. Hal ini perlu ditanyakan terutama untuk mengetahui usia kehamilan.
Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Yang perlu ditanyakan pada klien yang pernah hamil adalah untuk menentukan faktor risiko. Riwayat kehamilan yang lalu dengan pre eklamsi atau tidak. Pada klien yang pernah melahirkan yaitu tempat melahirkan, cara melahirkan BB anak saat lahir, PB anak saat lahir, usia saat ini, kelainan saat nifas dan riwayat meneteki.
Riwayat kehamilan sekarang
Yang perlu ditanyakan adalah para, abortus, umur kehamilan, tempat pemeriksaan kehamilan, frekwensi pemeriksaan kehamilan, kelainan yang dialami waktu hamil, penggunaan obat dan jamu. Sewaktu usia kehamilan 20 minggu atau lebih apakah mengalami kenaikan tekanan darah, bengkak pada wajah, tungkai, tangan, pusing, nyeri ulu hati dan penglihatan kabur serta apakah ibu pernah kejang selama hamil.
Riwayat keluarga berencana
Perlu dicatat bagi ibu yang pernah mengikuti program keluarga berencana. Hal ini penting diketahui untuk mngetahui apakah kehamilan yang sekarang memang direncanakan atau tidak. Jenis kontrasepsi yang digunakan, lamanya menggunakan alat kontrasepsi dan rencana setelah melahirkan.
4.      Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan  yang perlu dikaji meliputi:
Riwayat penyakit yang pernah atau sedang dialami
Data yang perlu dikaji meliputi apakah klien punya penyakit menular, menahun serta menurun.
Perilaku kesehatan
Data yang dukaji meliputi tanggapan klien terhadap minum-minuman keras, merokok, personal hygiene, obat-obatan yang sering diminum.
Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan klien maupun bayinya, antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes militus, keturunan kembar dan koch pulmonum.
5.      Keadaan psikososial
Yang perlu dikaji dari pasien adalah bagaimana sikap klien terhadap interaksi yang diadakan bidan, bagaimana rencana meneteki bayinya, rencana perawatan bayi, dirawat sendiri atau dirawat oleh keluarga. Juga perlui ditanyakan pengetahuan ibu tentang kesehatan setelah melahirkan meliputi mobilisasi dini, perawatan payudara, kebersihan diri khususnya daerah genitalia. Fungsi psikososial khususnya peran suami dalam mendukung kesembuhan klien.
6.      Riwayat adat kebiasaan
Yang perlu dikaji adalah adat kebiasaan keluarga dalam pertolongan persalinan dan pasca persalinan, demikian juga adanya kebiasaan lain yang ada hubungannya dengan kesehatan klien dan janinnya.
7.      Pola pemenuhan kebutuhan
Nutrisi
Perlu ditanyakan pemenuhan nutrisi selama dirumah sakit apakah klien menghabiskan porsi yang dikonsumsi, kalau tidak apakah klien dibawakan makanan dari rumah.
Tanyakan juga kebiasaan makan dirumah selama hamil biasanya berapa kali  dalam satu hari, berapa piring dalam satu kali makan, jenis makanan dan adakah makanan yang berpantang selama hamil. Hal ini perlu ditanyakan karena kebiasaan makan mempengaruhi proses pemulihan kesehatan klien.
Untuk klien dengan post eklamsi nutrisi yang diperlukan adalah diit   rendah garam.Contoh diit rendah garam ada pada lampiran 2.
Aktifitas
Ditanyakan kemampuan aktifitas klien selama dirumah sakit apakah mengalami hambatan atau tidak, karena pada ibu nifas post eklamsi  mobilisasi dini dapat mulai dilakukan saat keadaan klien berangsur membaik kira- kira 12 – 24 jam post partum.Mobilisasi dini dapat dimulai dengan tidur telentang, lalu miring kanan kiri, serta belajar duduk pada hari ke dua, hari ke tiga belajar berjalan dan hari ke empat atau kelima sudah boleh pulang.
Istirahat dan tidur
Selama dirumah sakit apakah klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidurnya yaitu kira-kira 7 – 8 jam sehari. Berapa jam klien tidur dalam sehari, bila tidak dapat tidur ditanyakan apakah sebabnya, apakah menimbulkan gangguan atau tidak.
Kebersihan diri
Selama melahirkan apakah dapat melakukan atau mandi sendiri di kamar mandi atau masih diseka. Tanyakan kapan ganti pembalut, berapa kali dan jumlah perdarahan.
Eleminasi alvi dan uri
Apakah selama dirumah sakit klien sudah buang air kecil, kalau belum mengapa. Karena pada klien dengan post operatif  vaginam selama proses persalinan kandung kemih mendapat tekanan sehingga dapat mengakibatkan gangguan eleminasi uri, kalau sudah apakah disertai rasa nyeri atu tidak, dan buang air kecil sudah harus terjadi secara spontan pada 8 jam post partum. Apakah sudah buang air besar atau belum, karena pada post partum BAB sudah harus terjadi pada hari ke 2- 3 post partum, kalau belum mengapa, kalau sudah bagaimana konsistensi dan warnanya, tanyakan juga kebiasaan buang air besar dirumah, karena kebiasaan buang air besar yang tidak tiap hari kadang tidak menimbulkan gangguan.
8.      Pola persepsi
Bagaimana penerimaan klien tehadap tindakan yang dilakukan terhadap proses persalinan.
2.3.1.2 Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
            Data obyektif yang dapat ditemukan pada ibu nifas adalah:
1.       Riwayat persalinan
Yang perlu ditanyakan adalah tempat, tanggal, jam persalinan, penolong, jenis persalinan serta masalah- masalah yang timbul selama persalinan.
2.     Keadaan umum, kesadaran yang diperoleh dari pengamatan dan pemeriksaan umum pada klien saat pengkajian .Apakah klien terlihat pucat atau segar, apakah klien sadar penuh dan dapat beradaptasi dengan keadaan disekitarnya.
3.     Tanda-tanda vital
Hal- hal yang diperiksa adalah tekanan darah, suhu rektal atau axiler, denyut nadi dan pernafasan.
4.     Tinggi badan dan berat badan
Dapat diperiksa apabila keadaan memungkinkan, apabila klien masih tiduran tidak perlu dicantumkan atau diukur.

5.     Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah
                      Muka                       : Pucat, terdapat chloasma gravidarum atau tidak, ekspresi wajah serta ada oedema atau tidak
                      Mata                        : Conjungtiva warna pucat atu tidak, terdapat ikterus atau tidak pada gigi terdapat caries atau tidak serta kebersihannya.
                      Mulut                       : Terdapat stomatitis atau tidak, pada gigi terdapat caries atau tidak ssrta kebersihannya.
                      Leher                       : Pembesaran kelenjar tiroid ada atau tudak, pembesaran vena jugularis ada atau tidak.
                      Dada                        : Bentuk dada simetris atau tidak, pembesaran payudara, keras, lembek, bentuk putting susu, serta colostrum keluar atau belum.
                      Perut                        : Inspeksi              : apa ada luka bekas SC, striae, linea
                                                      Palpasi                  : TFU secara normal pada hari pertama post partum setinggi pusat serta kontraksi uterus untuk mengetahui proses involusi.
                      Genitalia                  : Inspeksi              : Kebersihan, lochia rubra,warna merah, bau serta banyaknya.
                      Perineum                  : Terdapat bekas episiotomi, banyaknya jahitan, oedema atau tidak, ada tanda infeksi atau tidak serta luka tampak kering atau basah.
                      Anus                        : Adakah haemorrhoid
                      ekstremitas               : atas: adakah oedema, terpasang infus atau tidak
                                                      bawah: adakah oedema, ada farices atau tidak serta reflek patela.
6.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi Hb, asam urat, fungsi ginjal, 
Urine
Pemeriksaan laboratorium bisa diulang sesuai keperluan.
7.     Pemeriksaan fisikProgram pengobatan dokter
Sesuai dengan terapi di konsep dasar eklamsi.
2.3.2     Analisa Data Diagnosa Dan Masalah
Diagnosa kebidanan adalah hasil dari perumusan masalah yang diputuskan oleh bidan. Diagnosa kebidanan sebagai dasar dalam menanggulangi ancaman kehidupan klien.
Diagnosa kebidanan  dan masalah kebidanan yang muncul pada klien post forceps ekstraksi indikasi eklamsi adalah:
1.      P…….(APIAH) post forceps ekstraksi indikasi eklamsi hari ke…..
Dasar:
Ibu melahirkan dengan forceps ekstraksi pada tanggal… jam…..
Ibu mengatakan perutnya terasa mules
TFU pada hari pertama post partum setinggi pusat
Pengeluaran lochia rubra, warna merah bau anyir, jumlah…
Kejang saat hamil atau inpartu
Kesadaran composmentis, tanda-tanda vital……….
2.      Nyeri luka perineum
Dasar:
Ibu kesakitan bila berubah posisi
Ibu mengatakan nyeri pada luka jahitan perineum
Terdapat jahitan pada perineum
( Persis H, 1995: 286)
3.      Nyeri rahim karena involusi
Dasar:
Ibu mengatakan perutnya terasa mules, keras dan sakit
Terdapat kontraksi uterus
Tinggi fundus uteri pada hari pertama post partum setinggi pusat
Pengeluaran lochia, bau, anyir
( Persis H, 1995:   282 )
4.      Cemas karena terpisah dengan bayinya
Dasar:
Ibu dirawat terpisah dengan bayinya
Ibu menanyakan keadaan anaknya
( Persis H, 1995:  282   )
5.      Gangguan penglihatan
Dasar :
dengan jarak tertentu ibu tidak dapat melihat dengan jelas mata berkunang-kunang
 Diagnosa potensial adalah masalah yang timbul dan bila tidak segera diatasi akan mengancam keselamatan ibu.( Depkes RI, 1996: 6)
1.      Risiko terjadinya kejang berulang post partum
Dasar:
Ibu mekahirkan dengan forcps ekstraksi indikasi eklamsi hari ke….
Desakan darah sistole >160 mmHg dan diastole  > 110 mmHg
Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial: pusing, penglihatan kabur dan mual
( Persis H, 1995: 107)
2.      Risiko terjadinya perdarahan post partum
Dasar:
Post partum 24 jam debgan tindakan forceps ekstraksi
Kontraksi uterus lembek, TFU tidak sesuai dengan proses involusi pada hari ke…..
( Persis H, 1995: 282)
3.      Risiko terjadinya infeksi nifas
Dasar:
Post partum dengan tindakan forceps ekstraksi
Ibu tidak melakukan mobilisasi dini
Pembalut terlihat penuh oleh darah
Suhu tubuh > 37,5 0 C
Terdapat jahitan pada perineum dengan tanda-tanda infeksi yaitu kolor rubor dolor dan fungisiolase
( Persis H,1995: 286)
4.      Risiko terjadinya bendungan ASI
Dasar:
Bayi dirawat terpisah dengan ibunya
Ibu belum meneteki bayinya
Putting susu terlihat kotor
                 Payudara teraba keras dan tegang
( Persis H, 1995:286)
5.      Risiko terjadinya retensio urine sehubungan dengan trauman persalinan
Dasar:
Post partum dengan tindakan forceps ekstraksi
Ibu tidak kencing spontan
Kandung kencing penuh
                 ( Persis H, 1995:282)
                  Tindakan segera merupakan tindakan berdasarkan beberapa data yang mengidentifikasikan keadaan gawat darurat, dimana bidan harus bertindak segera untuk keselamatan jiwa ibu dan janin. Tindakan segera untuk perawatan kebidanan pada klien masa nifas dengan post forceps ekstraksi indikasi eklamsi untuk mencegah terjadinya komplikasi selama masa nifas adalah kolaborasi dengan tim medis untuk melanjutkan  terapi eklamsi.

DAFTAR PUSTAKA

Angsar M. Dikman, 1995, Hipertensi Dalam Kehamilan, Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

________, 1994, Obstetri Phantom, Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya

Bennet R. Brown Linda K, 1996, Myles Text Book For Mmidwives, Chrurcchill Livingstone, Tokyo

Dennen C. Philip, 1994, Partus Forceps, Binarupa  Aksara, Jakarta

Hamilton PM, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta

Hariadi R, 1991, Obstetri Williams, Airlangga University Press, Surabaya

Ibrahim, Christin S, 1993, Perawatan Keebidanan (Perawatan Nifas), Bharata Niaga Media Jakarta

Long C Barbara, 1996, Perawatan Medika Bedah, YIA Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Bandung

Manuaba, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Pengurus Ikatan Bidan Indonesia, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC, Jakarta

Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Santosa NI, 1995, Manajemen Kebidanan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta

Sastrawinata Sullaiman, 1983, Obstetri Fisiologi, Offset, Bandung

Sastra, Sulaiman, 1983, Obstetri Patologi, Elemen Banddung

Sweet BR, 1993, Mayes Midwifery A Text Book For Midwive, Bailiere Tindall, Tokyo

Wiknyosastro, H, 1991, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hardjo, Jakarta

Wirjoatmojo. K, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Lab/UPF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...