Minggu, 12 Mei 2013

MAKALAH ASFIKSIA PADA NEONATUS


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi
Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971) Menunjukkan ekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B.    Rumusan Masalah
A.    Apa yang di maksud dengan Asfiksia ?
B.    Apa etiologi Asfiksia ?
C.    Bagaimana penilaian Asfiksia ?
D.    Bagaimana penanganan Asfiksia ?

C.    Tujuan Penulisan
A.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi penderita Asfiksia dan mendapatkan gambaran epidemiologi, distribusi, frekuensi, determinan, isu dan program penanganan Asfiksia.

B.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui pengertian pada Asfiksia
b.    Mengetahui etiologi Asfiksia
c.    Mengetahui penilaian Asfiksia
d.    Mengetahui penanganan Asfiksia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B.    Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.    Faktor ibu
a.    Preeklampsia dan eklampsia
b.    Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.    Partus lama atau partus macet
d.    Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.    Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.    Faktor Tali Pusat
a.    Lilitan tali pusat
b.    Tali pusat pendek
c.    Simpul tali pusat
d.    Prolapsus tali pusat
3.    Faktor Bayi
a.    Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.    Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.    Kelainan bawaan (kongenital)
d.    Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:
1.    Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa
2.    Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.    Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

C.    Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2.    Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1.    Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2.    Warna kulit kebiruan
3.    Kejang
4.    Penurunan kesadaran
5.    DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
6.    Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala


D.    Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.    Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2.    Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.    Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E.    Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
1.    Penafasan
2.    Denyut jantung
3.    Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
F.    Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1.    2 helai kain / handuk.
2.    Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3.    Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4.    Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5.    Kotak alat resusitasi.
6.    Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).

G.    Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1.    Memastikan saluran terbuka
a.    Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b.    Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c.    Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2.    Memulai pernafasan
a.    Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b.    Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3.    Mempertahankan sirkulasi
a.    Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b.    Kompresi dada.
c.    Pengobatan

H.    Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1.    Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2.    Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain :
a.    Alat pemanas siap pakai
b.    Oksigen
c.    Alat pengisap
d.    Alat sungkup dan balon resusitasi
e.    Alat intubasi
f.    Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1.    Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2.    Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3.    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4.    Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5.    Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

I.    Langkah-Langkah Resusitasi
1.    Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2.    Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3.    Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4.    Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5.    Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6.    Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a.    Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b.    Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
c.    Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
2.    100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
3.    60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
4.    60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
5.    < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
6.    Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung
a.    Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b.    Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7.    Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8.    Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9.    Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10.    Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat
11.    Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12.    Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).




DAFTAR PUSTAKA

- Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana       
                Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC
- Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta
- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran Jakarta. EGC
- Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta. EGC.

Jumat, 10 Mei 2013

Asuhan Kebidanan Patologi


ASUHAN KEBIDANAN INC PATOLOGI 

KOMPREHENSIF PADA NY “ R ” G2P10001
USIA KEHAMILAN 26 MINGGU
T/H/INYTRA UTERINE,LETKEP
DENGAN PARTUS PREMATURUS


LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu ( Barbara R straight,2002)
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2.500 gr. Resiko persalinan preterm adalah tingginya angka kematian (Manuaba,ida bagus gede,2002).

2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko
Etiologi persalinan sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang mendorong untuk dilakukannya tindakan sehingga terjadi persalinan prematur. Kondisi yang menimbulkan partus prematur :
1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cendrung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi persalinan prematur meningkat.
2. Perkembangan janin terhambat
Merupakan kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasokan oksigen dan makanan mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong unutk terminasi kehamilan lebih dini.
3. Solusio plasenta
Terlepasnya plaseta akan meransang untuk terjadinya persalinan prematur meskipun ebgaian besar terjadi matur. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka kemungkinan terulang menjadi lebih besar.
4. Plasenta previa
Sering kali berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Biola terjadi perdarhan bnayak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
5. Kelainan rhesus
Sebelum ditemukan ANH D imunoglobulin maka kejadian induksi menjadi berkurang, meskipun demikian hal ini masih sein terjadi.
6. Diabetes
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini denga pemberian insulin dan diet yang terprogram, umumnya gula darah dapat dikendalikan.
Kondisi yang menimbulkan kontraksi :
Ada beberapa kondisi yang merangasang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin yakni :
a. Kelainan bawaan uterus
Meskipun jarang terjadi tetapi dapat dipertimbangkan hubungan terjadinya partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
b. Ketuban pecah dini
Mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina, dan serviks dan lain-lain. infeksi asenden merupkan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan kemungkinan ketuban pecah.
c. Serviks inkompeten
Hal ini mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm. Riwayat tindakan serviks dapat dihubingkan dengan terjaduinya inkompeten.
d. Kehamilan ganda
Sebnayk 10% pasien dengan partus pretrm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempunyai mata gestasi yang lebih pendek.

2.3 Manifestasi Klinis
1. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3-5 menit sekali selama 45 detik dalam waktu minimal 2 jam.
2. Pada fas aktif, intensitas dan frekuesi kontraksi meningat saat pasien melakukan aktivitas
3. Usia kehamilan antara 20-37 minggu
4. Taksiran berat janin sesuai usia kehamilan anatar 20-37 minggu
5. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan pretrm.
Bila persalina kemudian menjadi nyata, maka pengobatan dapat dimulai bila tidak funsi uterus dievalusi lebih lanjut dengan mengguankan toporafi eksternal untuk merekam terjadinya kontraksi, pembukaan serviks yang progresif, merupakan tanda persalinan
2.4 Penyulit Bayi Pretrm
Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah maju dengan pesat sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi pretrm. Penyulit perawatan bayi pretrm disebabkan :
a. Perkembangan alat vital belum sempurna sehingga mudah terjadi gangguan hati, mudah terjadi kterus dan gangguan fungsi lainnya.
b. Mudah terjadi infeksi karena daya tahan tubuh rendah
c. Perkembangan mental dan intelektual berjalan lambat sehingga sulit mengikuti ilmu pengethuna dan teknologi dan dapat menjadi beban keluarga dan masyarakat.

2.5 Pencegahan
Yang dimaksud disisni dengan pencegahan ialah mencegah kelahiran prematur bukan karena kondisi medik (perdarahan, hipertensi), jadi bila ad psien dengan indikasi (riwayat preterm) atau gemelii dapat dimasukka kedalam program ini. Beberapa peneliti telah mencoba membuat program bagi pasien dengan indikasi partus pretrm dan mencoba menghentikan proses dngan terapi tokolisis, hasilnya cukup menarik dengan menurunkan kejadian pretm sampai separuhnya.
Pasien diberitahu mengenai gejala kontraksi, baik secara palpasi maupun alat perekam selama 2 jam dalam sehari. Dari penelitian yang dilakukan ternyata kontraksi menjadi lebih sering yaitu 2x/10 mnit dalam 48 jam menjelang partus. Pasien dapat diinstruksikan bahwa bila meraskan kontraksi 4 kai atau lebih petjam diminta untuk menghubungi klinik. Pasien dianjurkan untuk datang ke klinim dan dinilai keadaan serviks yang bila ternyat  matang maka dapat dilaukan pengobtan tokolisis. Sebelum memberikan terapi tokolisis, sebaiknya dilakukan pengawasan adamya HIS, dalam keadaan pasien berbaring miring dan memberikannya minum. Bila kontraksi hilang maka tidak perlu melanjutkan terapi tokolisis.
Perlu diperiksa adanya kontra indiksi pemberian obat-obat beta metalis, jangan diberikan pada pasien denga penyakit jantung, edema paru, pengobatan tokolisis dimulai dengan infus dan kemudian dapat dilanjutkan dengan obat oral secara berobat orla bila ternyata partus dapat ditunda. Obat anti prostaglandin (misalnya Indomethaan) harus diapkai denan sangata selektif mengingat komplikasi yang ditimbulkan terhadapa janin seperti Sindrom gawat nafas dan kelainan ginjal. Kelahiran pretrm merupakan masalah masional yang multikompleks dan perlu pemecahan yang konseptual. Secara mikro ada program yang kompreghensif disetiap klinik untuk mecegah kelahiran pretrm. Ibu sebaiknya dirujuk kepada klinik yang mampu menangani resisitasi, stabilisasi dan perawtan bayi preterm. Kebijakan penanganan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi setempat yang memberikan evalus=asi terus-menerus guna mengurangi mortalitas dan morbiditas bayi pretrm.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a pemeriksaan darah lengkap dan hitung janin
b urinalisis
c ultrasonografi untuk menilai berat janin, posisi jani dan letak plesenta
d amniosintesis untuk melihat kematngan beberapa organ janin, seperti rasio lasitin, spingo myelin, surfaktan dan ;lain-lain.
2.7 Penatalaksanaan
Setiap persalinan  pretm harus dirujuk ke RS, carai apakah faktor penyulit ada dan nilai apakah termasuk resiko tinggi atau rendah.
1. Sbelum dirujuk, berikan air minum 1.000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakah kontraksi berhenti atau tidak
2. Bila kontraksi masih berlanjut, berikan obat tokolisis seperti Fenoterol 5 Mg peroral dosis tungga sebgai pilihan utama atau Ritodrin 5 Mg per oral dosis tungga sebagai pilihan kedua, atau ibu profen 400 Mg per oral dosis tunggal sebagai pilihan ketiga.
3. Bila pasien menolak dirujik, pasien harus istirahat baring dan bnyak minum, tidak diperbolehkan bersenggama. Pasien diberikan tokolitik sperti Fenoterol 5 Mg peroral setiap 6 jam atau Ritodrin 10 Mg peroral setiap 4 jam atau Ibu profen 400 mg peroral tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.
4. Persalinan tdak boleh dihinadri bila ada kontraindikasi mutlak (gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum, yang bnayak) dan kontra indikasi selative (gestosis, DM, pertumbuhan janin terhambat dan pembukaan serviks 4 cm).
Dirumah sakit dilakukan :
1. Obsevasi pasien selama 30-60 menit. Penatalaksanaannya tergantung kontraksi uetrsu serta dilatasi  dan pembukaan serviks.
a. Hidrasi dan sedasi, yaitu hidrasi dnegan NaCl 0,9%, dektrose 5% atau RL, dektrose 5% sebnyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 6-12 Mg IM s4lama 1 jam sambil mengobservasi ibu dan janin
b. Pasien kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
Kelompok I : pembukaan serviks terus berlangsung maka diberikan tokolisis
Kelompok II : tidaka ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi maka diberikan tokolisis
Kelompok III : tidak ada perubahan pembukaan, kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya diobsevasi
2. Berikan tokolisis bila janin salam kedaaan baik. Kehamilan 20-37 minggu, pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan selaput ketuban masih adaa.  Jenis tokolisis adalah Beta mimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 gr (200 ml MgSO4 10% dalam 800 ml dekstrose 5% dengan tetsan 100 ml/jam) ati alkohol dan glukokortikoid (contoh : Dexamethason 12 Mg/hari selama 3 hari). Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau  lakukan episiotomi lebar dan ada perlindungan forceps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan SC bila janin letak sunsang, gawata janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, infeksi Intrapartum dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, plasenta previa dan TBJ 1500 gr.

Download Lengkap
Disini




Kamis, 09 Mei 2013

Asuhan Kebidanan Komunitas

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS KOMPREHENSIF PADA KELUARGA TN “J” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA AN”M” DENGAN DIARE


LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian 
Diare adalah buang air besar (Defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendrawanto, 2007).
Diare merupakan suatu keadaan terjadinya imflamasi mukosa lambung atau usus (C.L Betz & L.A Suwden, 2009). Menurut WHO 2008, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsis tensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2006).

2.2 Etiologi
1. Faktor infeksi
Infeksi enterel
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E.coli, salmonella, shigella, compylobacter, yersinia, aeromanas, dsb). Infeksi virus (endovirus, adenovirus, rotavirus, astovirus, dll). Infeksi parasit (E.hystolytica, G.lambia, T.hominis) dan jamur (C.albicans).
Infeksi parenteral
Merupakan infeksi diluar sitem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti OMA, tonsilitis, bronkopneumonia, ensofalitis, dan sebagainya.
2. Faktor malabrorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yakni disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sikrosa), monosakarida (intoleransi alukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Disamping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan besi, beracun, dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam usus dan selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila paristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

2.4 Manifestasi klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, trematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimia berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan mersana haus, berat badan berkurang, mata cekuns, lidah kering, tulang pipi tampak menonjo, turgor kulit  menurun serta suara menjadi serak, keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang, mengakibatkan penurunan PH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat lebih dalam (pernapasan kusmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat terjadi berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (>120x/mnit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur, pasien mulai gelsah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis karena kekurangan kalium. Pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung, penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul diguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

2.5 Penatalaksanaan
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifikasi penyebab infeksi
3. Memberi terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitik

Download Versi Lengkap 
Disini
Contoh Lain
Disini



Kamis, 02 Mei 2013

Cara Mendownload Dari Blog ini

Mungkin dari pembaca masih ada yang merasa kesulitan unutk mendownload file yang ada di blog ini. disini penulis akan menuliskan cara downlodnya.Caranya cukup mudah.Anda cukup klik Download di setiap file yang akan anda dowload


 kemudian tunggu 5 detik sampai tampil tombol lewati kemudian klik tombol tersebut

setelah itu akan tampil file document yang akan di download ..


Mudah kan .....Silakan mencoba..
Kalau dirasa masih kesulitas silakan berkomentar di bawah ini...
Terima Kasih

Rabu, 01 Mei 2013

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI KOMPREHENSIF


Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang ditemukan pada wanita di dunia. Kurang lebihnya 500.000 kasus baru kanker rahim terjadi tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi dinegara-negara berkembang. Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 100 penderita kanker yang baru dari setiap 100.000 penduduk. Yang dimaksud dengan kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uteri, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahm yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).
WHO menyatakan bahwa sepertiga sampai setengah dari semua jenis kanker dapat dicegah, sepertiga dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap permulaan atau stadium dini. Sisanya dapat diringankan penderitaannya. Oleh karena itu, upaya mencegah kanker dan menemukan kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting karena disamping membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker juga menekan biaya pengobatan kanker yang mahal.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...