Jumat, 03 Juni 2011

PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI UNTUK REMAJA PUTRI DAN WANITA USIA SUBUR

I. PENDAHULUAN


A. PENGERTIAN BERBAGAI ISTILAH SEHUBUNGAN DENGAN ANEMIA DAN KEK (KEKURANGAN ENERGI KRONIS)

Anemia Gizi : adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.



Remaja Putri : adalah masa peralihan dari anak menjadi dewasa, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai dengan berfungsinya alat reproduksi seperti menstruasi (umur 10-19 tahun).

Wanita Usia Subur (WUS) : adalah wanita pada masa atau periode dimana dapat mengalami proses reproduksi. Ditandai masih mengalami menstruasi (umur 15-45 tahun).

Tablet Tambah Darah (Besi-Folat) : adalah tablet untuk suplementasi Penanggulangan Anemia Gizi yang setiap tablet mengandung Fero sulfat 200 mg atau setara 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat.

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) : adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang dalam hal ini berkaitan dengan anemia gizi dan suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD).

LILA : ukuran lingkar lengan kiri atas.

Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) : adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23 br="" cm.="">
KEK : adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun.


PEDOMAN



B. TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM

1. Tujuan

a. Umum : Meningkatkan status kesehatan dan gizi remaja putri dan WUS melalui penanggulangan anemia gizi.

b. Khusus : 1. Meningkatkan kinerja petugas kesehatan dalam upaya penanggulangan anemia gizi.
2. Meningkatkan partisipasi dan kerjasama antara sektor kesehatan dengan sektor pendidikan, keagamaan, organisasi dan LSM untuk penanggulangan masalah anemia gizi.
3. Meningkatkan kesadaran remaja putri dan WUS serta keluarganya akan pentingnya meningkatkan status kesehatan dan gizi dengan mencegah masalah anemia sedini mungkin.
4. Melaksanakan suplementasi TTD untuk remaja putri dan WUS secara mandiri.
5. Menurunkan prevalensi Anemia Gizi pada WUS khususnya remaja putri.

2. Sasaran

a. Langsung : Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

b. Tidak Langsung :
1. Remaja Putra/peserta didik
2. Guru/pendidik/Kepala Sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah
3. Pemuka/Tokoh Agama dan masyarakat
4. Ketua Organisasi Kepemudaan
5. Ketua Organisasidan LSM bidang kepemudaan, kesehatan, keagamaan dan wanita
6. Ketua federasi pekerja sektor non formal
7. Petugas kesehatan (puskesmas)
8. Tempat kerja (manajer/pemilik)
9. Distributor
10. Masyarakat umum


II. KEGIATAN OPERASIONAL


Kegiatan Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan WUS yang dilakukan, utamanya merupakan kegiatan KIE yaitu promosi atau kampanye tentang anemia kepada masyarakat luas, ditunjang dengan kegiatan penyuluhan kelompok serta konseling yang ditujukan secara langsung pada Remaja Putri/Wanita melalui wadah yang sudah ada di masyarakat seperti sekolah, pesantren, tempat kerja (formal/informal), organisasi dan LSM bidang kepemudaan, kesehatan, keagamaan dan wanita.

Kegiatan suplementasi TTD dilakukan secara mandiri dengan dosis 1 tablet seminggu sekali minimal selama 16 minggu, dan dianjurkan minum 1 tablet setiap hari selama masa haid/menstruasi.

Anjuran konsumsi makanan kaya besi dilaksanakan dengan mengacu pada “gizi seimbang”, diikuti dengan pembinaan kantin di sekolah atau penjaja makanan di sekitar remaja/wanita berkumpul.

Deteksi dini juga dilakukan untuk mengetahui apakah Remaja Putri/Wanita menderita Risiko KEK (LILA <23 br="" cm="" dapat="" dilakukan="" gizinya.="" meningkatkan="" sehingga="" status="" untuk="" upaya="">

A. PERSIAPAN

1. Kesepakatan lintas program dan sektor terkait di tingkat Pusat, Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, tingkat kecamatan dan desa.
2. Kesepakatan meliputi jajaran kesehatan, pendidikan, keagamaan serta organisasi dan LSM bidang kepemudaan dan wanita.
3. Penyediaan bahan pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis bagi petugas kesehatan, pendidikan, keagamaan dan petugas lain yang melakukan penyuluhan.
4. Penyediaan materi KIE oleh Depkes, Depdikbud, Depag, LSM, instansi terkait, swasta dan masyarakat.
5. Penyusunan kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja di sekolah/ pesantren/madrasah Tsanawiyah/madrasah Aliyah oleh Depkes, Depdikbud, Depag dan instansi terkait lain.
6. Penyediaan dan distribusi Tablet Tambah Darah.
7. Penyebarluasan informasi melalui :
a. Kampanye/promosi
b. Tayangan/siaran/tulisan melalui media elektronik dan cetak.
c. Lokakarya, pameran, sarasehan, pencanangan di tingkat Pusat, Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, tingkat kecamatan dan desa.
d. Siaran keliling di Daerah Tingkat II, tingkat kecamatan dan desa.


B. PELAKSANAAN

1. KIE : penyuluhan kesehatan dan gizi termasuk penyuluhan tentang suplementasi Tablet Tambah Darah untuk Remaja Putri/Wanita dilaksanakan secara berkala dengan mengikut sertakan :
a. Lintas Sektor Terkait : Depkes, Depnaker, Depdikbud, Depag, Depdagri, Depsos, BKKBN, Menpora, Menperta dan lain-lain.
b. Organisasi Sosial dan Keagamaan : seperti Karang Taruna, MUI, PGI, KWI, PT dan Walubi sampat ke tingkat wilayah.
c. Organisasi Kepemudaan dan Wanita : misalnya Pramuka, Saka, Bhakti Husada, PMR, Kowani, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, PKK sampai ke tingkat ranting.
d. LSM terkait : misalnya PP Nahdlatul Ulama, PP Muhammadiyah, Fatayat NU, PP Aisyiyah, Wanita Katolik dan lain-lain.
e. Donor agency bidang kesehatan : Unicef, WHO, USAID, PATH, HKI, Mother Care dan lain-lain.
f. Organisasi Profesi : IDI, POGI, IBI, PDGMI, ISFI, Persagi, IAKMI dan lain-lain.
g. Media Komunikasi : seperti Televisi, PRSSNI, Biro Iklan, YPS, koran dan majalah.
h. Pekerja formal : perusahaan, pabrik melalui Gerakan Pekerja Wanita Sehat dan Produktif (GPWSP).
i. Pekerja non formal : industri rumah tangga, buruh tani, buruh perkebunan dan lain-lain.

2. Suplementasi Tablet Tambah Darah
a. Dilaksanakan secara mandiri.
b. Tablet Tambah Daerah yang dapat digunakan adalah obat generik yang harganya terjangkau oleh masyarakat. Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih, berisi 30 tablet per bungkus. Harga Tablet Tambah Darah generik tidak boleh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) obat generik. Disamping itu dapat juga digunakan Tablet Tambah Darah dengan merek dagang yang memenuhi spesifikasi (mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat).
c. Tablet Tambah Darah generik merupakan obat bebas terbatas yang dapat dibeli di Apotik, Toko Obat, Warung/Toko, koperasi/kantin sekolah dan pesantren, POD, dokter/bidan praktek swasta dan pondok bersalin.

3. Distribusi Tablet Tambah Darah generik untuk Remaja Putri dan WUS mengikuti alur sebagai berikut :

Pabrik --- Farmasi ---- Apotik/Toko obat ----- warung obat, medis/paremadis dll
-------remaja

4. Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK) :
a. Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan memakai pita LILA.
b. Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23 berarti="" br="" cm="" dan="" dirujuk="" energi="" harus="" ke="" kesehatan="" konseling="" kronis="" kurang="" lain="" mendapatkan="" menderita="" pelayanan="" pengobatan.="" puskesmas="" risiko="" sarana="" untuk="" yang="">c. Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang datang ke sekolah, pesantren dan tempat kerja.


III. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


A. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MASING-MASING SEKTOR

1. Kecamatan :
Sekolah/Puskesmas/tempat kerja/organisasi kesehatan, wanita, pemuda dan keagamaan :
a. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada Remaja Putri/Wanita.
b. Menyediakan paket penyuluhan/kurikulum kesehatan dan gizi untuk Remaja Putri dan Wanita.
c. Melaksanakan koordinasi dengan camat oleh jajaran kesehatan, pendidikan, agama dan instansi terkait untuk kelancaran pelaksanaan program.
d. Mengadakan koordinasi dengan tempat tersedianya Tablet Tambah Darah.
e. Melaksanakan penyuluhan kesehatan dan gizi serta konseling.

2. Daerah Tingkat II :
Kantor Depdikbud, Kandepkes, Dinkes, dan Kantor Depag Kabupaten/ Kotamadya :
a. Melaksanakan pengadaan dan pendistribusian paket penyuluhan/ kurikulum untuk tiap kecamatan.
b. Melaksanakan koordinasi dengan Pemda Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya dan instansi terkait serta LSM.
c. Melakukan koordinasi dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor tentang distribusi Tablet Tambah Darah.
d. Mengadakan pemantauan ke sekolah/pesantren/tempat kerja/organisasi bidang kesehatan/wanita/kepemudaan/keagamaan.

3. Daerah Tingkat I :
a. Merencanakan kebutuhan paket penyuluhan/kurikulum kesehatan dan gizi, pengadaan dan distribusi untuk tiap kabupaten/kotamadya.
b. Melakukan koordinasi dengan Pemda Tingkat I Propinsi dan instansi terkait serta LSM.
c. Melakukan koordinasi dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor tentang distribusi Tablet Tambah Darah.
d. Melakukan pemantauan ke Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan.

4. Pusat :
Depdikbud, Depkes, dan Depag :
a. Melakukan koordinasi dalam penyusunan paket penyuluhan/kurikulum kesehatan dan gizi, pengadaan dan distribusi untuk tiap propinsi.
b. Melakukan koordinasi dengan produsen tentang penyediaan Tablet Tambah Darah.
c. Melaksanakan koordinasi dengan lintas sektor lain (Depsos, BKKBN) serta LSM tentang pengembangan dan pelaksanaan Program Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan WUS.
d. Melakukan pemantauan ke Daerah Tingkat I Propinsi, Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan.


B. PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan KIE, penyuluhan, deteksi dini dan konseling dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang sudah ada.
2. Depdikbud, Depkes, Depag dan instansi terkait lain melaporkan kepada instansinya masing-masing sampat ke Tingkat Pusat.
3. Pencatatan dan pelaporan cakupan suplementasi Tablet Tambah Darah mandiri, dilaksanakan secara tindak langsung melalui data penjualan dan survei.

IV. EVALUASI


Untuk mengetahui perkembangan dan keberhasilan program Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri/WUS, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Kegiatan evaluasi meliputi :

A. Kelancaran logistik dan dana.
B. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pembinaan deteksi dini dan konseling.
C. Survei Cepat Kelainan Gizi.
D. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT).
E. Penelitian atau studi.

Indikator keberhasilan antara lain :

A. Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) Remaja Putri/Wanita tentang anemia gizi.
B. Cakupan distribusi dan konsumsi Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri/Wanita.
C. Kepatuhan minum Tablet Tambah Darah.
D. Menurunnya prevalensi anemia pada Wanita Usia Subur khususnya Remaja Putri.

Hasil evaluasi sangat bermanfaat sebagai bahan perencanaan lebih lanjut.


V. PENUTUP


Kegiatan Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri/WUS perlu terus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai sumber daya manusia dan generasi penerus yang berkualitas. Program ini sejalan dengan Penanggulangan Anemia Gizi untuk Calon Pengantin Wanita dan Gerakan Pekerja Wanita Sehat Produktif (GPWSP) yaitu penanggulangan anemia gizi pada pekerja wanita.

Meskipun peningkatan status kesehatan dan gizi Remaja Putri/Wanita merupakan tanggung jawab masing-masing orang tua dan keluarganya, pendidik, petugas kesehatan, tokoh pemuda/agama serta masyarakat sangat berperan dalam mendukung upaya diatas agar dapat berjalan dengan sukses.


Suplemen : Informasi Tentang Anemia dan Tablet Tambah Darah
(Materi Rujukan Bagi Guru/Pendidik dan Tokoh Masyarakat)


I. PENGERTIAN DAN PENYEBAB ANEMIA
II. MENGAPA WANITA DAN REMAJA PUTRI SERING MENDERITA ANEMIA
III. TANDA-TANDA DAN AKIBAT ANEMIA
IV. CARA MENCEGAH DAN MENGOBATI ANEMIA
V. MANFAAT TABLET TAMBAH DARAH
VI. PERAN GURU DAN TOKOH MASYARAKAT


I. PENGERTIAN DAN PENYEBAB ANEMIA

A. APAKAH ANEMIA ?

1. Anemia oleh orang awam dikenal sebagai “kurang darah”.

2. Anemia adalah suatu penyakit dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.

3. “Anemia” berbeda dengan “tekanan darah rendah”.
Tekanan darah rendah adalah kurangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan kurangnya aliran darah yang sampai ke otak dan bagian tubuh lainnya.

A. APAKAH PENYEBAB ANEMIA ?

1. Sebagian besar anemia di Indonesia disebabkan oleh kekurangan zat besi.

2. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah. Oleh karena itu disebut “Anemia Gizi Besi”.

3. Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena :
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
- Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).
- Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
- Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam.
- Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
- Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita :

- Kecacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
- Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan anemianya.
- Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.







II. MENGAPA WANITA DAN REMAJA PUTRI SERING MENDERITA ANEMIA ?

A. Pada umumnya masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani, sehingga masih banyak yang menderita anemia.

B. Wanita lebih jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing.

C. Mengalami haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria, oleh karena itu wanita cenderung menderita anemia dibandingkan dengan pria.






III. TANDA-TANDA DAN AKIBAT ANEMIA

A. Tanda-tanda anemia :
1. LESU, LEMAH, LETIH, LELAH, LALAI (5L)
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kult dan telapak tangan menjadi pucat.





B. Akibat anemia pada :
1. Anak-anak :
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
c. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun.

2. Wanita :
a. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
b. Menurunkan produktivitas kerja.
c. Menurunkan kebugaran.

3. Remaja putri :
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan muka pucat.

4. Ibu hamil :
a. Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
b. Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR (<2 br="" kg="">c. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.








IV. CARA MENCEGAH DAN MENGOBATI ANEMIA

A. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.
1. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
2. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

B. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD).

C. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti: kecacingan, malaria dan penyakit TBC.



V. MANFAAT TABLET TAMBAH DARAH (TTD)

A. Apakah Tablet Tambah Darah itu ?
Tablet Tambah Darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat.

B. Mengapa Wanita dan Remaja Putri perlu minum Tablet Tambah Darah ?
1. Wanita mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti darah yang hilang.
2. Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga kebutuhan zat besinya sangat tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja.
3. Mengobati wanita dan remaja putri yang menderita anemia.
4. Meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan kualitas sumber daya manusia serta generasi penerus.
5. Meningkatkan status gizi dan kesehatan Remaja Putri dan Wanita.

C. Bagaimana cara minum Tablet Tambah Darah ?
1. Minumlah 1 (satu) Tablet Tambah Darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 tablet setiap hari selama haid.
2. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) Tablet Tambah Darah setiap hari paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.





D. Apa yang harus diperhatikan tentang Tablet Tambah Darah ?
1. Minumlah Tablet Tambah Darah dengan air putih, jangan minum dengan the, susu atau kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga manfaatnya menjadi berkurang.
2. Kadang-kadang dapat terjadi gejala ringan yang tidak membahayakan seperti perut terasa tidak enak, mual-mual, susah buang air besar dan tinja berwarna hitam.
3. Untuk mengurangi gejala sampingan, minumlah TTD setelah makan malam, menjelang tidur. Akan lebih baik bila setelah minum TTD diserta makan buah-buahan seperti : pisang, pepaya, jeruk, dll.
4. Simpanlah TTD di tempat yang kering, terhindar dari sinar matahari langsung, jauhkan dari jangkauan anak, dan setelah dibuka harus ditutup kembali dengan rapat. TTD yang telah berubah warna sebaiknya tidak diminum (warna asli : merah darah).
5. Tablet Tambah Darah tidak menyebabkan tekanan darah tinggi atau kebanyakan darah.

E. Dimana dapat membeli Tablet Tambah Darah ?
1. Tablet Tambah Darah adalah obat bebas terbatas sehingga dapat dibeli di Apotik, Toko Obat, Warung, Bidan Praktek, Pos Obat Desa.
2. Dianjurkan menggunakan Tablet Tambah Darah generik yang disediakan pemerintah dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
3. Disamping itu dapat juga dipergunakan Tablet Tambah Darah dengan merk dagang lain yang memenuhi kandungan seperti Tablet Tambah Darah generik.







VI. PERAN GURU DAN TOKOH MASYARAKAT

A. Apakah peran guru dalam menanggulangi anemia gizi pada remaja putri ?

1. Guru sebagai pendidik, diharapkan pada setiap kesempatan dapat secara langsung memberikan pengetahuan kepada anak didiknya terutama Remaja Putri tentang pentingnya mencegah dan mengobati anemia sedini mungkin.
2. Pendidikan gizi dan kesehatan di SLTP, SLTA, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah dan Pondok Pesantren dapat diintegrasikan pada mata pelajaran : Biologi, IPA, Penjaskes (Pendidikan Jasmani dan Kesehatan)
3. Kegiatan UKS, PMR serta Saka Bhakti Husada dapat merupakan saran untuk memberikan penyuluhan tentang anemia.
4. Guru dapat mengadakan komunikasi dengan orang tua murid agar memperhatikan pula status gizi dan kesehatan putrinu.

B. Apakah peran tokoh masyarakat dalam menanggulangi anemi gizi pada Remaja Putri dan Wanita ?

1. Tokoh masyarakat seperti Ketua Organisasi, Pimpinan Kelompok, Kader serta petugas lain di luar kesehatan sangat berperan dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat, khususnya kelompok Remaja Putri di luar sekolah, pekerja wanita informal, ibu-ibu rumah tangga agar selalu menjaga kesehatannya dengan mencegah dan mengobati anemia.
2. Penyuluhan gizi dan kesehatan di luar sekolah dapat dilaksanakan melalui kegiatan Karang Taruna, Remaja Masjid, Majelis Ta’lim, PKK dan lain-lain.

Koordinasi antara guru dan tokoh masyarakat dengan petugas kesehatan atau Puskesmas agar selalu ditingkatkan untuk menanggulangi masalah anemia gizi pada Remaja Putri dan Wanita.



Sumber  :

Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur,
Depkes RI,
1998



Masalah Gizi Makro

Apa yang dimaksud dengan masalah gizi makro ?
Masalah gizi makro adalah: masalah gizi yang utamanya disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein.
Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi makro ini berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah

Apa saja maslah gizi makro ?

1. Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)

Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat dari dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan adalah ibu dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan dan anak yang dibesarkan.

Bayi dengan berat lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10 – 13 poin. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang lebih1,3 juta anak bergizi buruk, maka berarti terjadi potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin.2 Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14 % (yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi).

2. Gizi Kurang pada Balita

Gizi Kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999 adalah 26.4 %, sementara itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11.4 %. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang 24.9 % dan gizi buruk 7.1%.

Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. 2

3. Gangguan Pertumbuhan

Dampak selanjutnya dari gizi buruk pada anak balita adalah terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak ditangani secara intensif.

Hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5 – 9 tahun masing-masing 42.4 % dan 37.8 %. Dari angka tersebut terjadi penurunan yang cukup berarti, tetapi secara umum, prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih tinggi.

4. Kurang Energi Kronis (KEK)

KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). KEK adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. (Departemen Kesehatan, 1995)



4.1. Pada Wanita Usia Subur (WUS)

Pemantauan kesehatan dan status gizi pada WUS merupakan pendekatan yang potensial dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi baik akan menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik, dan akan mempunyai risiko yang kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan.

Dari data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa status gizi pada WUS yang menderita KEK (LILA < 23.5 cm) sebanyak 24.2 %. Hasil analisis IMT pada 27 ibukota propinsi menunjukkan KEK pada wanita dewasa (IMT< 18.5) sebesar 15.1 %.

4.2. Pada Ibu Hamil (Bumil)

Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

Data SDKI tahun 1997 angka kematian bayi adalah 52.2 per 1000 kelahiran hidup dan dari data SDKI tahun 1994 angka kematian ibu adalah 390 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan dari data Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 27.6 %.

Apa penyebab masalah tersebut ?
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
A. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
B. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
C. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
D. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

Upaya apa yang bisa dilakukan ?
Pemerintah dapat melaksanakan berbagai upaya untuk menurunkan penderita gizi kurang yaitu antara lain dengan cara menjamin setiap ibu menyusui ASI eksklusif, menjamin setiap ibu memperoleh pendampingan dan dukungan program gizi. Sesuai dengan skema berikut, upaya perbaikan gizi tidak hanya melibatkan soal teknis kesehatan akan tetapi menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya terintegrasi lintas program maupun lintas sektor terkait baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten.

Sumber :

Direktorat Gizi Masyarakat, Tata Laksana Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta 2000
Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat, Situasi Pangan dan gizi di Indonesia, Jakarta, 2000
6Departemen Kesehatan, Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta, 1999
Departemen Kesehatan, Tuntutan Praktis Bagi Tenaga gizi Puskesmas, Bekalku Membina Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Jakarta, 1999
im Koordinasi Penanggulangan masalah Gizi Pangan dan Gizi, Gerakan nasional penanggulangan masalah Pangan dan Gizi di Indonesia, Jakarta, 1999


HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Pengertian
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)

Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.


P

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan Diagnostik
1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.
2. Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
3. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

Intervensi
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10
b. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
c. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
d. Bantu pemasangan brace / korset
e. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
c. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
e. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f. Kolaborasi : analgetik

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
a. Kaji tingkat ansietas pasien
b. Berikan informasi yang akurat
c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e. Libatkan keluarga

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong
c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
f. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.



DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...