Rabu, 30 Maret 2011

infeksi nifas

BAB II
PEMBAHASAN

A.     PERITONITIS
1.         Definisi
            Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       bentuk primer (i.e. spontan),
b.      sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral),
c.       tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial).
d.      Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi :
e.       generalized (peritonitis),
f.       localized (abses intra abdomen).
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.

2.      Penyebab
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus peritonitis primer.
Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.         
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus.


3.     Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala peritonitis meliputi:
·                     Pembengkakan dan nyeri di perut
·                     Demam dan menggigil
·                     Kehilangan nafsu makan
·                     Haus
·                     Mual dan muntah
·                     Urin terbatas

4.         Pengobatan
      Peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit. Penderita memerlukan pembedahan untuk menghilangkan sumber infeksi, seperti radang usus buntu, atau untuk memperbaiki robekan pada dinding gastrointestinal atau saluran bilier. Diberikan juga antibiotik , O2 , cairan infus .
Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
  • Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
  • Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
  • Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
  • Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
  • Mengeliminasi sumber infeksi.
  • Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
  • Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

B.     PELVICSITIS
1.      Definisi
Penyakit Radang Panggul atau Pelvic Inflammatory Disesase (selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat menjadi PID) merupakan istilah yang merujuk pada suatu infeksi pada uterus (rahim), tuba fallopii (suatu saluran yang membawa sel telur dari ovarium ke uterus), dan organ reproduksi lainnya. Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit-penyakit menular seksual (Sexually Transmitted Disease/STDs), utamanya yang disebabkan oleh chlamydia dan gonorrhea. PID dapat merusak tuba fallopii dan jaringan yang dekat dengan uterus dan ovarium.
Berdasarkan data epidemiologis yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat (tahun 2008) disebutkan bahwa lebih dari 1 juta wanita pernah mengalami episode PID akut dalam kehidupannya. Dan lebih dari 100.000 wanita menjadi infertil setiap tahunnya karena PID dan proporsi yang semakin besar dari kejadian kehamilan ektopik setiap tahunnya terkait dengan dampak lanjutan dari PID yang tidak tertangani dengan baik.
Setiap wanita sesungguhnya memiliki barrier fisiologis yang menyebabkan kuman-kuman mengalami hambatan mekanik, biokemik, dan imunologis, baik itu pada vagina, ostium uteri eksternum, kavum uterus, maupun pada lumen tuba uterina fallopii. Bentuk-bentuk hambatan itu diantaranya adalah: epitel vagina wanita dewasa yang cukup tebal dan terdiri atas glikogen, serta basil Doderlein yang memungkinkan pembuatan asidum laktikum sehingga terdapat reaksi asam dalam vagina, yang selanjutnya memperkuat daya tahan vagina.
Walaupun dalam vagina terdapat banyak kuman lain, akan tetapi dalam keadaan normal basil Doderlein lebih dominan. Pada serviks uteri terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan lendir yang alkalis serta mengental di bawah kanalis servikalis dan ini menyulitkan masuknya kuman ke atas. Getaran rambut getar pada mukosa tuba fallopii menyebabkan arah pergerakannya menuju uterus dan hal ini disokong oleh gerakan peristaltik tuba yang merupakan halangan pada infeksi untuk terus meluas ke rongga peritonium. Barrier fisiologis ini akan terganggu pada keadaan-keadaan perdarahan, abortus, dan instrumentasi kanalis servikalis.
2.         Penyebab
Pelvic Inflammatory Disesase ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang juga menyebabkan penyakit menular seksual lainnya (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus).
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii.
90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium). Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
·         Aktinomikosis (infeksi bakteri)
·         Skistosomiasis (infeksi parasit)
·         Tuberkulosis.
·         Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.

Faktor resiko terjadinya PID:
·         Aktivitas seksual pada masa remaja
·         Berganti-ganti pasangan seksual
·         Pernah menderita PID
·         Pernah menderita penyakit menular seksual
·         Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.

3.            Tanda dan Gejala
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi.
Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.
Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan.
Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID:
·         Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal
·         Demam
·         Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam
·         Kram karena menstruasi
·         Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
·         Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
·         Nyeri punggung bagian bawah
·         Kelelahan
·         Nafsu makan berkurang
·         Sering berkemih
·         Nyeri ketika berkemih.

4.      Diagnosis
Pelvic Inflammatory Disesase sulit didiagnosis karena seringkali gejala yang ditunjukkan tidak begitu kelihatan dan biasanya ringan. Banyak episode PID tidak terdeteksi dengan baik karena seringkali wanita yang menderita ataupun dokter yang dikunjunginya tidak begitu memikirkan PID oleh karena keluhan dan gejala yang tidak spesifik. Dalam membantu diagnosis PID, dapat dikerjakan pemeriksaan darah untuk melihat kenaikan dari sel darah putih (leukosit) yang menandakan terjadinya infeksi, serta peningkatan C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah (namun tidak spesifik). Kemudian kultur untuk GO dan chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi atau USG dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau USG vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya. Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi.


5.            Pengobatan
Pelvic Inflammatory Disesase dapat diobati dengan beberapa macam antibiotika. Namun pemberian antibiotika ini tidak sepenuhnya mengembalikan kondisi pasien apabila telah terjadi kerusakan pada organ reproduksi wanita ini. Jika seorang wanita memiliki nyeri pelvis dan keluhan PID yang lain, sebaiknya segera berobat ke dokter. Pemberian antibiotika yang tepat akan dapat mencegah kerusakan lebih lanjut pada saluran reproduksi wanita. Seorang wanita yang menunda pengobatan PID, akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita infertilitas atau dapat terjadi kehamilan ektopik oleh karena kerusakan tuba fallopii.
Karena sulitnya untuk mengidentifikasi organisme yang menyerang organ reproduksi internal dan juga kemungkinan lebih dari satu organisme sebagai penyebab PID, maka PID biasanya diobati dengan sedikitnya dua macam antibiotika yang memiliki efektivitas yang baik di dalam mematikan organisme penyebab tersebut. Antibiotika ini dapat diberikan secara oral maupun secara injeksi. Antibiotika yang dapat digunakan antara lain: ofloxacin, metronidazole, dan doxycycline. Di mana lamanya pengobatan biasanya ± 14 hari.

6.            Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang panggul adalah melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan kontrasepsi seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul. Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian bawah maka sebaiknya segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran reproduksi bagian atas. Terapi untuk pasangan seksual sangat dianjurkan untuk mencegah berulangnya infeksi. Oleh karena itu jika anda merasa memiliki keluhan serupa, segeralah memeriksakan diri untuk mendapat perawatan dan penanganan yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...