Minggu, 06 Desember 2009

THYPUS ABDOMINALIS

I. ANATOMI FISIOLOGI INTESTINUM MINOR ( usus halus ).
Intestinum minor merupakan bagian dari system pencernaan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum serta panjangnya ± 6 meter yang merupakan saluran paling panjang dimana tempat terjadinya proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari :
- Lapisan usus halus
- Lapisan mucosa ( sebelah dalam )
- Lapisan otot melingkar
- Lapisan otot memanjang ( longitudinal )
- Lapisan serosa ( sebelah luar ).
Usus halus memanjang dari lambung sampai katup katup ileo kolika, tempat bersambung dengan usus besar.
Usus halus terdiri dari :
1. DUODENUM
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda, melengkung kekiri , pada lengkungan ini terdapat pancreas dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu dan saluran pancreas.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar yang disebut kelenjar Brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
2. YEYUNUM DAN ILEUM
Mempunyai panjang sekitar 6 meter, dua per lima bagian atas adalah yeyunum dengan panjang ± 23 cm dan ileum dengan panjang 4 – 5 meter. Lelukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lapisan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai mesenterium.
MUKOSA USUS HALUS
Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mucosa dan mikrouni yang memudahkan pencernaan dan absorbsi, lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.
ABSORBSI.
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam usus halus melalui dua saluran yaitu pembuluh kafiler dalam darah dan saluran limfe disebelah dalam permukaan villi usus.
Sebuah villi berisi lacteal, pembuluh darah, epetelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid. Seluruhnya dilapisa oleh membrane dasar dan ditutup oleh epithelium, karena viili keluar dari dinding usus maka
bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorbsi ke dalam lacteal, kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kafiler darah di villi oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami perubahan.



FUNGSI USUS HALUS.
Meliputi :
1) Menerima zat – zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler – kapiler darah dan saluran – saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan, diantaranya adalah :
a) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
b) Eripsi menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
- Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida
- Maltose mengubah maltose menjadi monosakarida
- Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.

II. DEFINISI.
Demam Thypoid / Thypus abdominalis adalah merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih yang disertai dengan gangguan saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penularan penyakit ini hamper selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi mikro organisme.

III. ETIOLOGI.
Thypus abdominalis disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies salmonella asendis yaitu Salmonella enteridis bioserolife parityphi A, enteridis bioserolife Parathyphi B dan salmonella enteridis paratyphi C.
Kuman – kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottinuellert dan salmonella hirsstirelldi.

IV. PATHOFISIOLOGI.
Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui berbagai cara yang dikenal dengan lima F, yaitu : Food ( makanan ), Finger ( jari tangan / kuku ), Fomitus ( muntah ), Fly ( lalat ) dan Faeces yang sudah tercemar dengan bakteri atau kuman salmonella thyposa . Faeces dan muntahan pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut juga dapat ditularkan melalui parantaraan lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan
yang akan dikonsumsi individu yang sehat. Jika individu tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya , seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan makan makanan yang tercemar kuman salmonella thphy , maka kuman tersebut akan masuk ke dalam tubuh individu tersebut melaui mulut masuk ke saluran pencernaan , masuk kelambung sebagai kuman dan akan dimusnahkan oleh HCL lambung
HCL berperan dalam penghambat masuknya kuman salmonella typhi. Jika kuman salmonella typhi masuk bersama cairan maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme, daya hambat ini menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung sehingga kuman salmonella yang tersisa masuk ke usus halus dan seterusnya memasuki folikel – folikel limfe : lapisan mucosa dan sub mucosa usus.
Setelah berada dalam usus halus kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus ( terutama plak peyer ) dan jaringan limfoid mesentrika.
Setelah mengadakan peradangan dan nekrosis setempat. Kuman masuk ke dalam darah melalui pembuluh darah ( bakterimia primer ) menuju organ retikuloendotelial terutama hepar dan limpa. Di tempat ini kuman difhagosit oleh sel – sel fhagosit ( RES ) , sedangkan kuman – kuman yang tidak difhagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5 – 9 hari kuman masuk kembali ke organ , terutama limpa , kandung empedu, rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus halus.
Dalam masa bakterimia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang merangsang sintese dan pelepasan zat pirogen yang beredar di dalam darah yang akan mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala deman.
Bakterimia disertai dengan infeksi menyeluruh dan toksis yang dalam . Infeksi menyebabkan kelainan akibat toksin bakteri yang menyebabkan pembuntuan pembuluh darah – pembuluh darah kecil oleh hyperplasia sel limpoid

Mukosa yang nekrosis membentuk kerak , sehingga ketika kerak tersebut lepas dari mukosa yang nekrosis tersebut dan terbentuklah ulkus.Perdarahan hebat dapat terjadi bahkan mungkin juga perforasi dan terjadi peritonitis serta dapat
terjadi infeksi sistemis yang akan mengakibatkan gangguan pada system organ – organ dalam tubuh, seperti : Cardiovascular ( septic syock , myocarditis, dll ), Anemia hemolitik, thrombositopenia, hemolitik dan lain – lain. Organ paru – paru ( pneumonia, empiema,pleuritis ), organ ginjal ( glomerulanephritis, dll ), tulang ( ostesmylitis ) dan neuropsikiatri ( delirium , psikis sindrom, dll ).

V. TEST PENUNJANG
1) Pembiakan darah
Ditemukan bakteri salmonella dalam darah penderita, dengan pembiakan darah pada 14 hari pertama dari sakit.
2) Uji Widal dan biakan empedu.
Biakan empedu untuk menemukan kuman salmonella typhosa dan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnostik typhus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya
Didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakan diagnostik, karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
3) Pemeriksaan SGOT dan SGPT.
Pada demamtyphoid sering kali meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah penyembuhan penyakit typhoid.
4) Pemeriksaan Leukosit.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid , jumlah leukosit pada sedian darah tepi berada dalam batas normal. Meskipun pada sebagian kasus terjadi peningkatan leukosit.
Kadang terjadi leucopenia dengan limphositosis relative, anemia dan aneosinofilia dan kadang leukositosis.

VI. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. ASESSMENT
a. Data Subjektif.
• Demam
• Nyeri kepala
• Pusing
• Nyeri otot
• Anoreksia
• Mual – muntah
• Obstipasi / diare
• Perasaan tidak enak pada perut
• Batuk.
b. Data Objektif
• Peningkatan suhu tubuh
• Bradikardi
• Lidah typhoid ( kotor ditengah, tepid an ujung merah )
• Tremor
• Hepatomegali
• Widal test ( + )

2. NURSING DIAGNOSIS AND ETIOLOGI.
a. Nyeri akut b/d hyperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/ jaringan.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan ( diare berat dan muntah ).
c. Hyperthermi b/d proses imflamasi
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat.

3. EXPECTED PATIEN OUTCOME.
a. Melaporkan nyeri hilang
b. Melaporkan rasa nyaman.
c. Klien tampak rilek
d. Melaporkan penurunan frekuensi defekasi
e. Tanda – tanda vital dalam batas normal
f. Menunjukan berat badan stabil
g. Berpartisipasi dalam program pengobatan

4. NURSING INTERVENTION AND RASIONALE.
a. Nyeri akut b/d hyperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/ jaringan.
 Observasi karakteristik ( skala dan intensitas ) nyeri.
R/ : Skala dan intensitas nyeri menunjukan kemajuan tindakan.
 Kaji ulang penyebab yang dapat meringankan atau meningkatkan nyeri.
R/ : Dapat menentukan tidakan selanjutnya.
 Ajarkan tehknik pengalihan rasa nyeri ( relaksasi dan distraksi )

R/ : Pengalihan nyeri mengakibatkan relaksasi otot dan meringankan nyeri.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ : Mengurangi nyeri
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan ( diare berat dan muntah ).
 Observasi tanda – tanda kekurangan cairan.
R/ : Adanya tanda – tanda kekurangan cairan menandakan beratnya masalah
 Observasi tanda penurunan kesadaran.
R/ : Salah satu tanda syock Hypovolemik adalah penurunan kesadaran
 Pantau intake – output ( water balance ) / 24 jam
R/ : Cairan yang seimbang menandakan tingkat keberhasilan dari tindakan
 Pertahankan pemberian cairan oral dan parenteral sesuai order dokter.
R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dalam tubuh
c. Hyperthermi b/d proses imflamasi
 Observasi tanda – tanda vital ( temperature )
R/ : Parameter terjadinya proses imflamasi
 Intake cairan oral ditingkatkan sesuai toleransi
R/ : Pemenuhan cairan selain parenteral
 Anjurkan pakaian tipis
R/ : Pengeluaran panas tubuh lebih cepat
 Berikan kompres hangat
R/ : Vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan proses evaporasi.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetika dan antibiotika
R/: Penetralisir perkembangan proses imflamasi
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat
 Tirah baring / pembatasan aktifitas selama masa akut
R/ : Meminimalkan energi yang dikeluarkan
 Bantu dalam personal hygien ( kebersiahan oral )
R/ : Memberikan rasa nyama
 Anjurkan dan jelaskan pentingnya makan sedikit – sedikit tapi sering.
R/ : Pemberian makanan yang banyak dalam waktu singkat menambah beban kerja lambung.

 Kolaborasi dalam pemberian multi vitamin.
R/ : Meningkatkan napsu makan.

1. EVALUASI.
1) Nyeri teratasi
2) Resiko Volume cairan kurang tidak terjadi
3) Hypertermi teratasi
4) Resiko nutrisi kurang tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA


Corwin, Elizabeth J.2000. Buku Saku pathofisiologi.EGC; Jakarta

Doengoes, Marilynn,E.2000 Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3,Jakarta;EGC

Khaidir Muhaj.Blog.Site, Asuhan keperatan Ulkus Peptikum

Mansjoer, Arief dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jilid I;Jakarta F.K.U.I

Suddart, 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta ;EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Jakarta;EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...