Rabu, 18 Mei 2011

KEHAMILAN EKTOPIK

A.    PENGERTIAN
 Kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) merupakan kehamilan yang terjadi dimana telur yang telah dibuahi berimplantasi di luar endometrium kavum uteri. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang yang berimplantasi di ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, kornu terus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
1. Kehamilan ektopik tuba
a. Kehamilan pars interstitialis
b. Kehamilan pars istmika tuba
c.Kehamilan pars ampularis tuba
d. Kehamilan pars infundibulum tuba
2. Kehamilan ektopik diluar tuba
a. Kehamilan ovarium
b. Kehamilan intraligamenter
c. Kehamilan servikal
d. Kehamilan abdominal






Gejala dan tanda kehamilan ektopik
·         Tanpa gejala5%
·         Nyeri abdomen 90-100%
·         Amenorea 75-90%
·         Perdarahan pervaginam 50-80%
·         Riwayat infertilitas
·         Penggunaan kontrasepsi
·         Riwayat kehamilan ektopik
·         Nyeri tekan abdomen/adneksa 75-95%
·         Teraba massa 50%
·         Demam 5-10%

B.     ETIOLOGI
Penyebab kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik sebagai berikut:
1. Faktor uterus:
a.       Tumor rahim yang menekan tuba.
b.      Uterus hipoplastik.
2. Faktor tuba:
a.       Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfingitis.
b.      tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
c.       gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba.
d.      operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna.
e.       endometriosis tuba.
f.       stiktur tuba.
g.      divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya.
h.      perlekatan peritubal dan lekukan tuba.
i.        tumor lain menekan tuba.
j.        lumen kembar dan sempit.
3. Faktor ovum.
a.       migrasi eksterna dari ovum
b.      perleketan membrane granulose.
c.       rapid cell devinision.
d.      migrasi internal ovum.

4. Kegagalan kontrasepsi
Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi sendiri mengurangi insiden kehamilan. Akan tetapi di kalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi tuba, kegagalan alat kontrasepsi dalam rahim, dan kegagalan pil yang mengandung hanya progestagen saja. Kegagalan sterilisasi terjadi apabila terbentuk fistula yang meloloskan spermatozoa sehingga dapat terjadi konsepsi terhadap ovum di dalam ampulla tetapi konseptus tidak dapat masuk kembali ke dalam saluran telur untuk selanjutnya kembali ke dalam rahim seperti biasa.

5. Peningkatan afinitas mukosa tuba
Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya meningkatkan implantasi pada tuba.

6. Pengaruh proses bayi tabung
Etiologi kehamilan ektopik dapat juga ditelusuri menurut sistematika kelainan faktor tuba, faktor zigot, dan faktor endokrin sebagai berikut :
1. Faktor tuba
Sebab yang paling utama kehamilan ektopik pada saluran telur adalah infeksi. Proses radang dalam rongga panggul kecil melibatkan saluran telur sehingga mukosanya melekat dan lumen menyempit. Perlengketan tersebut dapat menyebabkan telur yang sudah dibuahi terperangkap di dalam tuba ataupun perjalanannya kembali ke dalam rahim terganggu. Keadaan yang begini umumnya adalah akibat infeksi gonorea. Pada masa lalu di waktu belum ada antibiotika infeksi gonorea menyebabkan penutupan yang sempurna dari lumen tuba. Sekarang dengan pengobatan antibiotika yang sesuai kejadian itu telah menurun menjadi kira-kira 15% saja.
Faktor dari tuba dibagi menjadi:
a. Faktor dalam lumen tuba:
· Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
· Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk- keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
· Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen menyempit.

b. Faktor pada dinding tuba:
· Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.
· Divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.

c. Faktor diluar dinding tuba:
· perleketan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat mengghambat perjalanan telur.
· Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

2. Faktor zigot
Berbagai kelainan perkembangan zigot seperti keadaan zona pelusida yang tidak normal dikaitkan dengan kejadian kehamilan ektopik pada tuba. Pada analisis kromosom dari sejumlah kehamilan ektopik pada tuba didapati sepertiganya ada kelainan kariotip. Pada pemeriksaan embrio didapati insiden neural tube defect yang tinggi dan berbagai kelainan pertumbuhan lain.

3. Faktor endokrin
Gerakan peristaltik tuba dan bulu getarnya terpengaruh apabila rasio estrogen/progesteron berubah seperti halnya pada insufisiensi korpus luteum atau ovulasi terlambat. Kejadian kehamilan ektopik dilaporkan tinggi setelah induksi ovulasi dengan gonadotropin yang berasal dari hipofisis atau korion. Telur yang telah dibuahi juga bisa terperangkap di dalam saluran telur jika gerakan peristaltiknya terpengaruh sehingga terganggu perannya di dalam transportasi seperti disebabkan pengaruh prostaglandin, katekolamin dan yang sejenisnya.

1.      Faktor lain
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature.

C.     FAKTOR RESIKO
1. Riwayat kehamilan ektopik
2. Sedang menggunakan AKDR
3. Riwayat pembedahan tuba
4. Riwayat PID
5. Riwayat infertilitas

D.    PATOLOGI
Mukosa pada tuba bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Ada 3 kemungkinan :
1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul setelah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang datangnya terlambat
2. Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan perdarahan tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke peritoneum, berkumpul di kavum douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina. Peristiwa ini terkenal dengan nama abortus tuba,ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari ostrium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla. Darah yang keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
3. Trofoblast dan villus khorialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini sering terjadi pada kehamilan isthmus, dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat pada penderita.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba, pembesaran terjadi pada jaringan uterus di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini sebagian besar terdiri atas miometrium tidak lekas ditembus oleh villus khorialis, sehingga kehamilan bisa berlangsung terus sampai 16 – 20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat dari rupture tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan segera untuk mengatasinya.
Uterus walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya pada kehamilan ektopik juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormone dan terjadi pembentukan desidua di dalam uterus.
Perubahan pada rahim
Perubahan yang terjadi pada rahim sama dengan yang terjadi pada kehamilan biasa. Miometrium dan endometrium sama-sama dipengaruhi oleh hormon kehamilan, dan hormon yang dihasilkan oleh kehamilan ektopik serupa seperti yang dihasilkan oleh kehamilan biasa. Pada mulanya rahim melembut kemudan membesar karena hipertrofi dan hiperplasi dari sel-sel otot polosnya. Pembesaran rahim baru nyata dapat diperiksa apabila kehamilan ektopik telah berusia lebih dari 6 minggu seperti halnya dengan kehamilan yang normal. Pada usia kehamilan di atas 6 minggu rahim sedikit lebih besar dari pada biasa. Jika implantasi terjadi di bagian interstisial bagian ini akan membesar sehingga teraba sebuah benjolan di samping fundus. Benjolan ini perlahan-lahan membesar dan menimbulkan nyeri. Keadaan begini sulit dibedakan dengan proses degenerasi merah yang dialami mioma jika terjadi kehamilan pada rahim yang mengandung mioma.
Perubahan pada tempat implantasi
Karena pertumbuhannya yang bersifat invasif sel-sel trofoblas menembusi jaringan yang terdapat di sekitarnya. Sudah barang tentu pembuluh darah dari dinding tuba sendiri adalah yang terlebih dahulu terkena serangan invasi trofoblas sehingga terjadi perdarahan. Konseptus yang bertumbuh menyebabkan lumen tuba memebsar hal mana menyebabkan dindingnya menipis dan pada suatu ketika terjadilah robekan oleh invasi trofoblas. Robekan diding tuba sudah tentu menambah perdarahan. Reaksi desidua yang lemah pada tempat implantasi tidak cukup mampu memelihara konseptus sehingga pada akhirnya mati dan pembuluh darahnya pun mengalami erosi. Sekalipun embrionya telah mati untuk sementara waktu sel-sel trofoblas masih bisa hidup dan terus berinvasi.

E.     KLASIFIKASI KEHAMILAN EKTOPIK
1. Kehamilan abdominal
Dibedakan menjadi:
a.       Kehamilan abdominal primer
Yaitu setelah terjadi fertilisasi, zigot berimplantasi di dalam kavum abdominal.
b.       Kehamilan abdominal sekunder
Yaitu zigot berimplantasi di dalam tuba atau ditempat lain terlebih dulu lalu zigot berimplantasi di kavum abdominal setelah terjadi rupture tuba.

Kehamilan abdominal biasanya disertai dengan gejala iritasi peritoneum antara lain: nyeri perut bagian bawah, mual dan muntah. Diagnosis ditegakkan dengan palpasi; kadang teraba uterus terpisah dengan janin. Dapat pula dilakukan tes oksitosin. Caranya dengan menyuntikkan oksitosin intravena. Adanya kontraksi uters menunjukkan adanya kehamilan intrauterine, sedangkan bila tidak terjadi kontraksi berarti terjadi kehamilan intrabdominal.

2. Kehamilan ovarial
Diagnosis kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar criteria Spielberg:
a.       tuba pada sisi kehamilan harus normal
b.      kantung janin harus terletak di dalam ovarium
c.       kantung janin harus dihubungkan dengan uteru oleh ligamentum ovarii propium
d.      jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin. Kehamilan ini biasanya rupture pada umur kehamilan awal yang kemudian menyebabkan perdarahan intra abdomen.

3. Kehamilan servikal
Implantasi zigot dalam kanalis servikalis biasanya menyebbabkan perdarahan tanpa rasa nyeri pada umur kehamilan awal. Jika kehamilan terus berlanjut, serviks membesar dengan OUE sedikit tebuka. Kehamilan servikal jarang berlanjut sampai umur kehamilan 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan perdarahan hebat, sehingga kadang diperlukan tindakan histerektomi total.

Diagnosis kehamilan servikal ditegakkan dengan criteria Rubin:
a. Kelenjar serviks harus ditemukan ditempat yang berseberangan dengan tempat implantasi zigot
b. Plasenta berimplantasi dibawah dibawah arteri uterine atau dibawah peritoneum viscerale uterus.
c. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus.
d. Plasenta berimplantasi kuat di serviks
Namun criteria Rubin ini menyulitkan tim medis karena harus dilakukan histerektomi atau biopsy jaringan yang adekuat. Karena itu digunakan criteria klinis dari Paalman & McElin (1959):
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum sebagian membuka
c. Seluruh hasil konsepsi terletak didalam endoserviks
d. Perdarahan uterus setelah fase amenorrhea, tanpa disertai nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus sehingga membentuk hour-glass uterus.

F.      DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Biasanya ibu mengeluh amenorhea dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan, kadang terdapat nyeri perut bagian bawah, perdarahan biasanya terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
2. Pemeriksaan umum
Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk, penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan abdominale dapat dijumpai tanda shock. Cavum douglas yang menonjol menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang naik sehingga menyulitkan pembedaan dengan infeksi pelvik.
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan mungkin dapat di temukan. Nyeri pada pergerakan serviks positif, uterus terasa sedikit membesar dan kadang teraba massa di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
4. Pemeriksaan penunjang (kuldosentesis, USG, laparoskopi)
Pada pemeriksaan USG terlihat adanya gestational sac di luar uterus, uterus berukuran normal atau sedikit mengalami pembesaran yang tidak sesuai dengan umur kehamilan, endometrium menebal echogenik sebagai akibat reaksi desidua, kavum uteri sering terisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel desidua yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anecholic yang disebut gestational sac palsu.
Pada pemeriksaan laparoskopi secara sitematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba,cavum douglas dan ligamentum latum.
5. Pemeriksaan laboratorium
Tes urine HCG positif tapi bisa juga negatif.tes kehamilan bergia jika positif, tapi hasil tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik.
6. Diagnosis pasti
Diagnosis pasti hanya dapat di tegakkan dengan laparotomi

G.    DIAGNOSIS BANDING
1. Appendisitis akut
2. Salpingitis
3. Torsi tangkai tumor ovarium dan pecahnya folikel
4. Abortus iminen
5. Corpus lutheum hemoragis
6. Pelvic inflammatory disease (PID)


H.    PENATALAKSANAAN
Tahap-Tahap Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
  1. Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
  2. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus segera dihentikan.
  3. Upaya stabilisasi harus dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kritaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung).
  4. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfussion berikut ini
a.       Pastikan darah yang dihisap dar rongga abdomen telah melalui alat penghisap dan wadah penampung yang steril.
b.      Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukkan ke dalam kantong darah (blood bag). Bila kantong darah tidak tersedia, masukkan dalam botol bekas cairan infuse (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan Sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
c.       Transfusikan darah melalui slang transfuse yang yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
5.      Tindakan pada tuba dapat berupa:
a.       Parsial Salfingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi
b.      Salfingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah control perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (kehamilan ektopik ulangan).
c.       Salfingografi (pengikatan tuba) jika hanya ada robekan kecil.
6.      Pemberian kemoterapi diberikan jika:
a.       Kehamilan belum mengalami rupture
b.      Ukuran gestasional sac ? 4 cm
c.       Perdarahan dalam rongga perut < 100 ml
d.      Tanda vital baik dan stabil
e.       Tidak didapatkan denyut jantung janin
f.       Sebelumnya dilakukan pemeriksaan ? hCG
7. Laparaskopi, dilakukan pada kehamilan ektopik yang tidak mengalami komplikasi sebagai tindakan monitoring.
8. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang disebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien diberikan antibiotika kombinasi atau tunggal dengan spectrum yang luas.

Antibiotika
Cara pemberian
Dosis
Sulbenisilin
Gentamisin
Metronidazol
IV
IV
IV
3 x 1 g
2 x 80 mg
2 x 1 g
Seftriaksone
IV
1 x 1 g
Amoksisiklin + Klavulanik Acid
Klindamisin
IV
IV
3 x 500 mg
3 x 600 mg


9. Untuk kendali nyeri pascatindakan dapat diberikan:
a.       Ketofen 100 mg supositoria
b.      Tramadol 200 mg IV
c.       Pethidin 50 mg IV (siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
10. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.

11. Konseling pascatindakan
a.       Kelanjutan fungsi reproduksi
b.      Resiko kehamilan ektopik ulangan
    1. Asuhan mandiri selama dirumah
    2. Jadual kunjungan ulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...